Beberapa hari yang lalu, publik dikejutkan oleh kasus oleh seorang guru keolahragaan di sebuah SD negeri di Tuban, Jawa Timur, yang tidak masuk memberi pelajaran selama hampir tiga tahun. Ironisnya, guru dengan status PNS tersebut masih menerima gaji dan tunjangan secara rutin seperti ASN aktif pada umumnya. Di tengah krisis mutu pendidikan, kasus ini terasa seperti ironi -guru tidak hadir, tapi tetap digaji.Â
Ketika Absensi Tak Lagi Jadi UkuranÂ
Bagaimana mungkin seorang pengajar bisa absen cukup lama tanpa konsekuensi tegas? Kasus ini mengungkap masalah lama dalam dunia pendidikan kita, yaitu lemahnya mekanisme pengawasan serta kurangnya evaluasi kinerja yang didasarkan pada prinsip akuntabilitas.Â
Sebagai seorang ASN, guru mempunyai tanggung jawab bukan hanya secara administratif, tetapi juga moral. Ketidakhadiran yang berlangsung selama bertahun-tahun adalah bentuk pelanggaran berat terhadap etika profesi dan amanat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Sistem yang Gagal Deteksi
Fenomena ini juga menyiratkan bahwa sistem kepegawaian kita baik di tingkat sekolah, dinas pendidikan, maupun BKPSDM masih sangat longgar dalam hal mendeteksi dan menangani pelanggaran disiplin. Jika sistem pelaporan dan pengawasan internal berjalan dengan baik, seharusnya ketidakhadiran selama 3 bulan saja sudah menimbulkan alarm.
Salah satu solusi yang perlu dipertimbangkan adalah penerapan monitoring digital berbasis absensi biometrik atau aplikasi yang terintegrasi langsung dengan pusat data ASN. Transparansi harus menjadi prinsip dasar dalam tata kelola pendidikan kita.
Etika Profesi dalam Krisis
Kasus guru "bolos tapi tetap digaji" juga menjadi sebuah cerminan bahwa pendidikan etika profesi guru perlu diperkuat lagi, tidak hanya pada tataran teori di bangku kuliah, tetapi juga pada proses pembinaan berkelanjutan di lapangan. Guru bukan hanya pekerja, tetapi juga merupakan teladan bagi peserta didik.Â
Kita tidak sedang berbicara tentang satu orang guru. Kita sedang membahas sistem yang memungkinkan penyimpangan, dan masyarakat yang menjadi korban akhirnya adalah siswa dan kualitas pendidikan generasi mendatang.
Saatnya Reformasi Serius