Mohon tunggu...
Arief Satiawan
Arief Satiawan Mohon Tunggu... Konsultan - www.ariefsatiawan.com

aku bukanlah aku.. aku pasti berubah di setiap waktu.. aku berubah untuk menjadi lebih aku

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Cerpen | Merindu Pulang

1 Juni 2019   21:16 Diperbarui: 1 Juni 2019   21:26 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kisah Untuk Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

Aku berjalan gontai menuju pintu keluar bandara. Rasa sesak masih terus menyelimuti dada ini. Begitu bodohnya aku bisa ketiduran hingga ketinggalan pesawat begini. Takbir menggema sayup-sayup di ujung sana. Sepertinya sholat ied akan segera dimulai. Langkahku sungguh berat untuk menuju ke asal suara takbir itu. Entah kenapa aku seperti menyalahkan Tuhan.

Bagiku, ketiduranku tadi akibat kuasa Tuhan. Tuhan lah yang menciptakan tidur. Sehingga Ia patut untuk disalahkan juga. Makanya aku berpikir untuk membalasnya, dengan tidak menunaikan sholat ied. Memikirkan itu aku jadi tersenyum sendiri. Baiklah. Kumantapkan langsung dalam hati, bahwa aku tidak akan sholat ied pada hari ini. Aku tidak akan sholat sama sekali pada hari ini.

Suasana bandara terbilang sepi. Hanya ada beberapa pengunjung saja disini. Aku mencari cara bagaimana aku bisa pulang kembali ke kosanku. Di kota ini aku tidak punya saudara dan teman. Kota ini sungguh sangat asing bagikiu. Ini pertama kalinya aku kesini. Biasanya aku menggunakan bandara di kota sebelah. Namun, karena aku tergiur dengan tiket penerbangan dari kota ini ke kota asalku yang jauh lebih murah, makanya ku beranikan diri untuk mencobanya. Tapi salahku untuk tidak riset terlebih dahulu bagaimana akses jalan menuju ke kota ini. Andai aku tahu kalau aksesnya seperti itu, aku pasti tidak akan menggunakan bandara terkutuk ini. Aku bersumpah untuk tidak menggunakan bandara ini lagi.

Jam segini di kota pasti masih sepi. Orang-orang masih menunaikan shola tied. Makanya bila aku ke kota sekarang mungkin bisa sia-sia. Kalaupun aku ke terminal bus atau travel, transportasi untuk keberangkatan hari ini ke kota rantauku bisa tidak ada sama sekali. Jelas saja, jauhnya ratusan kilometer seperti itu. Kalaupun ada, paling ya ada di kota sebelah. Jarak kota ini ke kota sebelah pun hampir sama ke kota rantauku. Aku mulai kehabisan akal.

Baru saja aku rebahkan tubuhku di kursi tunggu itu tiba-tiba datang sms balasan ibuku. Balasannya singkat. Mungkin karena ia memaksa menyempatkan diri untuk membalas di sela-sela waktu sholat ied. Ia hanya bilang,

"Kurangi mengeluh, perbanyak bersyukur nak. Jangan lupa sholat ied ya"

Ah hatiku langsung bergetar saat itu juga. Disaat aku sedang kesal-kesalnya dengan Tuhan, kenapa ibu malah mengingatkanku untuk sholat? Aku merajuk. Aku terdiam sebentar. Aku menimang-nimang pesan ibuku ini. Pesan orang yang sangat aku sayangi dan aku rindukan. Tiba-tiba aku teringat suara ibuku di masa lalu, di setiap adzan berkumandang, ia akan selalu memanggilku untuk sholat. Ia selalu berpesan bahwa, jangan pernah tinggalkan sholat dan biasakan diri untuk selalu sholat tepat waktu. Aku kembali emosional. Aku sungguh rindu dengan ibu. Sudah enam tahun aku bekerja keras untuk bisa mengumpulkan uang agar bisa kembali bertemu ibuku. Namun semua itu sirna hanya gara-gara kebodohanku.

Pertahananku runtuh. Kekesalanku kepada Tuhan mulai berganti kepada kerinduan yang mendalam pada ibu. Ibu, aku sungguh ingin pulang.

Akhirnya beranjak dari tempat duduk menuju toilet. Semua hal yang terjadi padaku dalam 24 jam terakhir benar-benar membunuh akal sehatku. Kuputuskan ke toilet untuk membasuh wajahku. Ku basuh wajahku berkali-kali. Terkadang kurendamkan kepalaku ke dalam wastafel yang sudah kuisi air sebelumnya hingga penuh. Ibuku pernah bilang, bila kondisi ku sedang tidak baik maka sering-seringlah berwudhu. 

Begitu selesai kubasuh-basuh kepalaku, aku mengikuti pesan ibuku untuk berwudhu. Setelah berwudhu, perasaanku sedikit lebih baik. Aku pun bisa sedikit berpikir jernih. Dari kejernihan itu, tiba-tiba ada dorongan untuk melaksanakan pesan ibuku yang lain, yaitu sholat ied.

Aku segera berkemas. Sepertinya aku masih belum terlambat, karena gema takbir masih bergema diujung sana. Ku ganti bajuku. Ku semprotkan minyak wangi ke seluruh tubuhku. Dan kupakai kopiah yang baru saja ku beli di terminal kemarin sebelum berangkat. Ku mantapkan hati ini untuk menunggu satu tahun lagi. Menunggu sau tahun lagi untuk bertemu ibuku, merasakan pelukannya, dan menikmati suasana rumah. Kali ini aku berdoa dalam hati, tolong Tuhan, untuk tahun depan, berilah hamba rizki yang jauh lebih baik dari tahun ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun