Mohon tunggu...
Aya Sofia Ardelia
Aya Sofia Ardelia Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Pascasarjana MSI UII

Selanjutnya

Tutup

Money

Ekonom Rabbani, Anak Tiri di Rumah Sendiri

17 Desember 2017   20:24 Diperbarui: 17 Desember 2017   20:48 713
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Oleh : Aya Sofia Ardelia 

  Mahasiswa Pasca MSI UII

"Riba", satu kata yang memiliki makna mendalam bagi umat Islam. Suatu hal yang harus dijauhi dan dihindari karena dosa yang akan ditimbulkan dari hal tersebut, sebagaimana firman Allah dalam Q.S Ali Imran ayat 130 yang artinya :

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. Peliharalah dirimu dari api neraka, yang disediakan untuk orang-orang yang kafir" (QS. Ali Imran (3) : 130).

Maraknya kata-kata riba di Indonesia saat ini mendorong munculnya bank-bank syariah, baik yang berdiri sendiri seperti Bank Muamalat, BRI Syariah, BNI Syariah, Bank Syariah Mandiri yang sudah memisahkan diri dari induknya (spin off) maupun unit usaha syariah dari bank konvensional.

Pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia sangat cepat. Di tahun 2017 ini ada 201 Bank syariah di Indonesia (akumulasi dari Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah, dan BPR Syariah). Pertumbuhan perbankan syariah ini juga disertai dengan bertambahnya jumlah sumber daya insani (SDI) yang dibutuhkan dalam bidang ini. 

Namun sayangnya, SDI yang ada di perbankan syariah di Indonesia sekarang ini di dominasi oleh orang-orang yang tidak berlatar belakang pendidikan ekonomi syariah atau perbankan syariah. Para ekonom rabbani kalah bersaing dengan lulusan lain yang tidak berlatar belakang ekonomi Islam dalam memasuki dunia perbankan syariah yang bisa dikatakan merupakan rumah bagi lulusan ekonomi Islam dan perbankan Islam. 

Hal inilah yang menimbulkan tanda tanya besar, "Ada apa dengan perbankan syariah di Indonesia?" atau mungkin, "Ada apa dengan lulusan ekonomi Islam? Adakah yang salah dengan ekonom rabbani kita sehingga bank syariah tidak meliriknya?". Hal ini perlu kita cermati, dimana orang-orang yang berpendidikan ekonomi Islam, khususnya perbankan Islam, yang sudah di gembleng bertahun-tahun untuk mempelajari ilmu-ilmu perbankan dan ekonomi Islam tidak memenuhi kualifikasi untuk masuk di dunia perbankan syariah.

Tidak sedikit perbankan syariah di Indonesia yang membuka lowongan pekerjaan terbuka untuk semua jurusan, tidak mengkhususkan ataupun memprioritaskan dari jurusan mana yang akan lebih dipertimbangkan untuk masuk. Bahkan hampir tidak ada bank syariah yang mencantumkan kriteria "Diutamakan bagi lulusan Perbankan Syariah/ Ekonomi Islam/ Akuntansi Syariah", baik itu untuk bagian teller, customer service, maupun account officerterbuka untuk semua jurusan bahkan untuk lulusan SMA. 

Padahal sudah banyak institusi-institusi perguruan tinggi di negara kita ini yang membuka jurusan ekonomi Islam dan juga perbankan Islam. Sehingga terkesan tidak ada keunggulan dari lulusan ekonomi Islam maupun perbankan Islam dibandingkan dengan jurusan lain dan bahkan lulusan SMA. Saya ambil contoh untuk bagian teller, karena banyak dari bank-bank syariah yang mebuka lowongan ini untuk lulusan SMA. 

Padahal ruang lingkup kinerja tellerini langsung berhadapan dengan nasabah dan juga dihadapkan dengan aplikasi input data yang khusus untuk bank syariah dan hanya ada di bank syariah. Meskipun hal tersebut bisa dipelajari, bukankah lebih efektif apabila orang yang masuk dalam bidang tersebut memang sudah tahu dan pernah mempraktekannya yakni yang memang berasal dari jurusan perbankan syariah. Karena ada beberapa universitas yang membuka jurusan perbankan mengharuskan mahasiswa dan mahasiswinya untuk praktik secara langsung di dunia perbankan ketika masih menjadi mahasiswa. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun