Mohon tunggu...
Ayah Tuah
Ayah Tuah Mohon Tunggu... Penikmat kata

Nganu. Masih belajar

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

"Polisi India", Priit Jigo, dan Bayar Bayar Bayar

27 Februari 2025   16:52 Diperbarui: 27 Februari 2025   16:52 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Grup band punk Sukatani. Sumber: YouTube Sukatani via Kompas.com

Minggu kemarin di lingkungan tempat saya tinggal mengadakan kerja bakti membersihkan lingkungan, menyambut bulan Ramadan. Karena sesuatu hal saya datang terlambat bergabung. Melihat saya, mereka yang juga teman-teman sekaligus tetangga saya, menyoraki. "Kayak polisi India aja. Udah kelar baru datang," celetuk salah seorang kawan.

Saya cuma nyengir menanggapi. Tapi kenapa teman saya menganalogikan seperti "Polisi India"? Ini sebenarnya ungkapan bercanda dengan mencocok-cocokkan dalam cerita film India. Seperti kita ketahui banyak adegan dalam film India (terutama film laga), jagoannya sudah membereskan penjahat baru kemudian datang polisi. Tinggal enaknya. Jadi kini setiap ada acara kerja gotong-royong, dan ada teman yang terlambat bergabung diledek sebagai "Polisi India".

Apa memang begitu cara kerja polisi India? Bisa ya bisa tidak, namanya juga film. Tapi setidaknya produk sebuah kesenian, sedikit banyaknya mencerminkan keadaan sosial budaya masyarakat itu. Apakah produser film atau artisnya, sesudah itu diintimidasi polisi? Disuruh minta maaf? Rasanya belum pernah membaca beritanya.

Dan hari ini, Indonesia.

Belakangan ini viral lagu "Bayar Bayar Bayar" yang dinyanyikan grup band punk Sukatani. Lagu ini mengritisi kerja-kerja polisi selama ini, yang bila kita berurusan dengan mereka harus bayar. Ledakan "kemuakan" masyarakat terhadap polisi seperti terwakili dengan lagu itu. Tapi ini membuat polisi tidak nyaman dan menginterogasi, eh, "bersilaturahmi" kepada pentolan band itu.

Hasil "silaturahmi" itu membuat duo personil band itu meminta maaf kepada polisi dan menghapus video lagu itu. Justru ini menimbulkan gerakan perlawanan dari netizen dengan membuat tagar KamiBersamaSukatani. Lagu "Bayar Bayar Bayar" dicari dan diunggah berulang-ulang.

Efek lanjutannya, Novi Citra sang vokalis, dipecat sebagai guru oleh Yayasan di mana selama ini mengajar (Walaupun kemudian dibatalkan berkat campur tangan Menteri Pendidikan).

Sebenarnya keresahan masyarakat terhadap perilaku polisi yang koruptif sudah sejak lama. Waktu saya kecil dulu, pertengahan tahun 70-an, ada ungkapan "Priit Jigo" untuk menggambarkan kelakuan (oknum) polisi saat itu. Kalau kita kendaraan kita disem-Priit, diberhentikan dengan alasan (kadang) dicari-cari, maka "uang damai"-nya jigo. Jigo adalah angka nominal waktu itu, sebesar duapuluh lima (25) rupiah. Dan nampaknya stigma polisi yang meminta uang setiap berurusan dengan mereka, sulit dihilangkan dari benak masyarakat. Sampai hari ini.

Keresahan (atau mungkin kemuakan) menjadi sedikit terobati kalau ada karya-karya seni: sastra, mural, lagu, lukisan, dan lain-lain, yang bisa menyuarakan perasaan mereka. Walaupun mungkin keresahan-keresahan itu mereka tidak (belum) pernah mengalami sendiri. Mungkin mereka hanya mendengar dari cerita-cerita, membaca, menonton berita. Tapi karena sering diulang-ulang dan digelembungkan media, akhirnya tertanam dalam ingatan bahwa kelakuan polisi memang seperti itu.

Terlebih di era media sosial sekarang. Segalanya cepat menyebar, ditambahkurangi, dengan judul-judul ala "klik". Dan repotnya banyak masyarakat menelan mentah-mentah apa yang dibaca dan yang dilihat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun