Mohon tunggu...
Ayah Tuah
Ayah Tuah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat kata

Nganu. Masih belajar

Selanjutnya

Tutup

Puisi Artikel Utama

Puisi: Sepeda Ayah

14 Maret 2022   21:06 Diperbarui: 16 Maret 2022   22:00 1002
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi sepeda. Foto oleh Sasin Tipchai/ pixabay.com

Saya melihat sepeda Ayah berjalan dalam ingatan. Saya duduk di batangan sepeda di atas kursi rotan

Ayah membawa saya menyusuri lorong-lorong kampung
Jalan yang masih tanah tak mengurangi orang-orang bertegur sapa ramah

Saya juga melihat saat saya menunggu Ayah pulang berdagang
Berdiri di depan pintu
Melihat tubuh Ayah terayun-ayun
mengayuh sepeda
Mungkinkah Ayah membawa sekarung rambutan, layang-layang, atau hanya sebaris senyuman

Saya juga melihat Ayah membelikan kembang gula di sebuah pasar malam
Mengancingkan baju saya yang terlepas
Kata Ayah,
Bukan karena Ayah takut kamu masuk angin
tapi agar kau belajar mengendalikan rasa ingin

Saya tak mengerti kata-kata Ayah

Kini sepeda Ayah sudah takada
Sesekali saya seperti melihat Ayah
di permukaan bulan
mengayuh sepedanya
membawa sekarung rambutan, layang-layang
Juga sebaris senyuman

***

Lebakwana, Maret 2022

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun