Mohon tunggu...
Ayah Tuah
Ayah Tuah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat kata

Nganu. Masih belajar

Selanjutnya

Tutup

Puisi Artikel Utama

Puisi: Bulan Sabit

17 Februari 2021   05:18 Diperbarui: 17 Februari 2021   21:30 1167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi malam dan bulan sabit. (sumber: pixabay.com/Syaibatulhamdi)

dalam perbincangan malam ini kita hanya saling duga, siapa yang menyembunyikan rasa sakit, siapa pula yang menelan rasa pahit 

kau
aku

kau mengabarkan bulan sabit dari kegelapan di balik bukit, aku melihat setitik cahaya di luas langit 

setelah itu kita luruh, menjadi kata-kata, menjadi frasa atau klausa, dipinjam menjadi puisi oleh pujangga, menjadi mata dagangan di plaza-plaza, mungkin juga menjadi bara untuk rupiah tak seberapa 

atau takberbunyi, lesap begitu saja 

***

Lebakwana, Februari 2021 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun