Mohon tunggu...
Ayah Tuah
Ayah Tuah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat kata

Nganu. Masih belajar

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Harum Nafasmu, Kota, dan Presiden dalam Bus Ber-AC

30 Mei 2020   05:39 Diperbarui: 30 Mei 2020   05:43 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Karya seni John Atkinson ( Timeship/ Pixabay.com ) 

Tiga jam yang lalu aku masih bersamamu. Apa yang kuingat? 

Yang kutahu ada tawamu, kusimpan dalam dompet, sewaktu-waktu bisa kulihat warna segar pada lidahmu. Juga bibirmu. Juga harum nafasmu. Mungkinkah kau telah makan permen yang diiklankan dalam ruang kepalamu

Ada juga yang kubawa dalam ingatanku, tanganku yang gemetar saat  meraba betismu; betis seperti yang digambarkan buku sastra lama: Bak bunting padi 

Tapi aku tidak membawa kotamu. Kotamu terlalu sumpeg untuk dibawa serta dalam bus ini 

Orang-orang lebih banyak diam. Mungkin mereka sedang meredakan pertengkaran dalam pikirannya masing-masing 

Dua bangku di belakang sopir dua lelaki berdebat. Mereka memuji dan mencaci pemerintah. Apa sebaiknya salah satu dari mereka kita jadikan presiden? Barangkali saja menjadi presiden semudah membeli bakso di perempatan. "Cabenya sedikit aja, Mas."

Kemudian mereka tertawa, entah apa yang mereka tertawakan. Rokok? Salah seorang menawarkan. 

"Tidak. Ini bus ber-AC!" 

***

Cilegon, Mei 2020. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun