Mohon tunggu...
Ayah Tuah
Ayah Tuah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat kata

Nganu. Masih belajar

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Kabut Turun di Halaman Rumah

30 Maret 2020   05:25 Diperbarui: 30 Maret 2020   05:24 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Sumber: Pixabay.com

Kabut turun di halaman rumah, pagi seharusnya sudah terang tanah. Ada ragu saat kaki melangkah

Percakapan mendadak mati. Sapaan yang sepi, hilang pula keceriaan gambar emoji. Kegembiraan yang sebentar, seperti sejuk embun pagi, menguap terbang karena ada sinar matahari yang membakar 

Cinta jangan diterjemahkan hanya sekadar saling umpan tautan kata, menjadi cerita-cerita yang tak terduga, tapi juga belajar menunggu sapa, belajar membaca lawan bicara. Karena tak mungkin diungkapkan semua, terbuka apa adanya 

Saling mendengar keluh, dan tak musti bertukar aroma tubuh 

Kadangkala ngilu perlu disimpan, seperti halnya luka bisa memercikkan harapan 

Jangan berharap pula seperti kisah dalam komik, di akhir kisah ada pangeran menunggang kuda, membawa cerita bahagia dalam istana, setelah menuntaskan segala intrik dan konflik 

Mungkin nanti hanya sebagai kisah dibawa angin lalu, tak tertulis di daun lontar, bebatuan, atau keping-keping tembikar. Dan tersisa sedikit dalam catatan ingatan 

Tapi perlu diingat, Kegembiraan kegembiraan itu akan menjadi pelangi setelah tak lagi dekat. Dalam mimpi, dalam senyum, dalam sendiri 

Sunyi 

***

Cilegon, Maret 2020 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun