Mohon tunggu...
Ayah Tuah
Ayah Tuah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat kata

Nganu. Masih belajar

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Aku Membayangkan Kita Menjadi Bagian Larik dari Sebuah Puisi

9 Februari 2020   22:40 Diperbarui: 9 Februari 2020   22:48 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Sumber: Pixabay.com 

Kubayangkan kita menjadi bagian dari larik puisi dari penyair yang sedang jatuh cinta. Tak penting apakah dia penyair ternama , atau yang baru belajar menata kata 

Kau ingin seperti apa. Menjadi bunga atau ingin ditulis dengan metafora aneh dengan luapan yang tak terduga, hingga pembaca seperti terlontar ke negeri asing tak bernama. Atau dengan kata-kata biasa

Atau mungkin kita dipertemukan di sebuah halte, di stasiun kereta, di keramaian entah di mana 

Atau engkau sedang berlari di bawah hujan

( Aha, hujan. Diksi ini banyak disukai penyair) 

Kalau boleh aku meminta, aku ingin penyair itu mempertemukan kita di sebuah kafe. Kau duduk di sudut, sedang aku menjadi barista 

Tentu sebelumnya ada percakapan, musik yang lembut, dan ada sepasang kekasih berciuman di bawah temaram lampu 

Kau melambaikan tangan, memberi pesan kepada seorang pelayan. Buatkan aku secangkir puisi yang hangat, agar lirik-liriknya menjadi kafein, memacu pembuluh darah. Rindu yang sempat padam meletik menjadi bara 

Aku - demikian digambarkan puisi itu  - mengguncang ribuan kata dalam mesin pembakar. Tercium aroma birahi

Saat kutuang ke dalam cangkir, puisi itu seperti menggelegak

Matamu sayu 

***

Cilegon, Februari 2020. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun