Mohon tunggu...
Ayah Tuah
Ayah Tuah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat kata

Nganu. Masih belajar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Seragam Baru

15 Juli 2019   19:21 Diperbarui: 15 Juli 2019   19:23 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi dari Fatimahsyarha.com

Rin mematut-matut lagi seragam barunya. 

Ia tak tahu bagaimana mengeja perasaannya kini. Sedih, marah, gembira...! Gembira? Rin menggigit bibirnya. Sedih? Ia selama ini sudah sering  ditimpa bermacam persoalan yang membuatnya sedih. Sudah kebal. Marah, marah kepada siapa? 

Di luar terdengar keriuhan anak-anak yang akan berangkat sekolah. Ini memang hari pertama masuk sekolah tahun ajaran baru. Sesekali terdengar celotehan anak-anak itu: gembira, kesal, karena diberi tugas kakak kelas mereka membawa barang-barang aneh. Tentu itu anak-anak yang baru masuk SMP atau SMA / SMK. Seperti halnya dua sahabat SMP-nya: Bening dan Rury. 

Dua hari yang lalu ia bertemu dua sahabatnya itu saat hendak ke pasar. Seperti biasa, Bening yang paling heboh. "Kamu disuruh bawa sapu, kain pel juga? Hahaha, aku dan Rury juga. Nih. Padahal MOS kan sudah dilarang? Heh, kamu jadi kan masuk SMK?" 

Rin menanggapinya dengan senyum. Untung mereka tak mendesak, karena seperti buru-buru membeli peralatan yang lain. 

Mengingat mereka Rin tersenyum sendiri. Semasa SMP ia bertiga selalu bersama. Memang yang sering terlihat bersama-sama adalah Bening dan Rury,  mereka sama-sama keturunan Padang. Maka teman-teman SMP-nya menjuluki  "Padang kuadrat". 

Mereka berdua selalu terlihat optimis. Bening dan Rury ingin ke SMA, ingin kuliah. Kalau Rury mungkin bisa. Orangtuanya punya usaha rumah makan. Bening sendiri orangtuanya sama dengan keadaan keluarganya; ayah Bening pedagang kaki lima, sedangkan ayahnya sendiri sebagai tukang ojek. Tapi Bening tampak begitu yakin. 

"Aku mengatakan tidak kuliah atau mau kuliah, kan sama saja -- sama-sama belum pasti. Kenapa kita tidak berpikiran yang positif? Soal tercapai atau tidak, itu urusan nanti," jelas Bening. 

Rin mengiyakan dalam hati, walau ia sendiri tak berani bermimpi sejauh itu. 

"Kamu tetap akan ke SMK, kan?" kejar Bening. 

"Ya," Rin menjawab pelan, tak yakin. 

***

Rin masih menatap cermin. 

Ia ingat beberapa minggu yang lalu, bertengkar dengan ayahnya. Ia bersikeras ingin melanjutkan ke  SMK. Ia tak ingin kawin muda seperti kakaknya. Tapi ayahnya keberatan. Ia berharap dapat dorongan dari ibunya, tapi ibunya hanya menangis. 

Diam-diam Rin mendaftar sendiri, dan ternyata ia diterima. Rin merasa bersalah saat ia memberi tahu kepada ayahnya. Ayahnya tidak marah, tapi terlihat tubuhnya tergetar, seperti menahan-nahan untuk mengucapkan sesuatu. Tampak mata ayahnya berkaca-kaca. 

Rin tak tega. 

***

Rin masih melihat seragamnya di depan cermin. Suara-suara di luar tak terdengar lagi. Mungkin mereka sudah sampai di sekolah. 

Rin belum berangkat. 

Di atas meja belajarnya dulu ia melihat fotonya bertiga bersama Bening dan Rury; ia di tengah. Baru ia tersadar, cuma dirinya yang tak tersenyum. Tatapannya kosong. 

Mm, Rin mengenang dua sahabatnya itu. Sedang apa mereka kini? 

Rin merapikan seragamnya, bersiap-siap untuk berangkat. Tapi bukan ke sekolah. 

***

Rin masih teringat tatapan mata ayahnya beberapa hari yang lalu. Tatapan yang memohon, tatapan yang merasa bersalah. Ayahnya minta maaf karena tidak sanggup membiayainya untuk melanjutkan ke SMK. Ada dua adiknya yang perlu dipikirkan. 

Rin sangat sedih. Impiannya kandas. Tapi ia tak ingin larut. Ia mencoba mencari kerjaan. Tanpa banyak pertanyaan, ia diterima di sebuah pusat perkantoran. Bahkan  bosnya memberinya sejumlah uang untuk dibelikan berbagai macam perlengkapan untuk menunjang kerjanya nanti. 

Rin masih di muka cermin. 

***

Rin kembali melihat seragamnya. Ada tertera namanya di dada sebelah kiri. Sedang bagian sebelah kanan ada huruf "CS". Itu singkatan dari Cleaning Service. Ya, petugas kebersihan. 

Rin menggigit bibirnya, berusaha menentramkan gemuruh dalam dadanya. Ada sesuatu yang akan jatuh di ujung matanya. Rin berusaha untuk menahan-nahannya. Tapi tak bisa. 

***

Cilegon, 2019. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun