Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Terdampar di Perut Bumi - Buku Satu: Terdampar (Part 39)

24 April 2023   20:26 Diperbarui: 24 April 2023   20:27 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto ilustrasi: dok. pri. Ikhwanul Halim

Sebelumnya....

Untung dia menerima pesan itu, karena melempar-lempar batu tidak akan membuat mereka keluar dari pulau tersebut. Tiwi sampai meninggikan suara untuk menyampaikan maksudnya. "Kita punya satu kesempatan jika ada pesawat yang lewat. Itu saja... hanya satu kesempatan."

Miko berjalan mendekat dan mengambil beberapa potong kayu apung. "Gue setuju." Senyumnya yang berkilauan ditujukan ke Tiwi. "Lagian, gue nggak pernah bisa bilang 'no' kalau lu marah-marah yang bikin lu semakin cantik, Beib," katanya, lembut dan menawan seperti biasa.

Jantung Tiwi bagai berhenti berdetak. Apakah itu sebuah rayuan? Tidak. Miko sering ngomong begitu. Itu tidak berarti apa-apa... kan?

Tiwi tahu, menggoda adalah hal yang wajar bagi Miko seperti bernapas. Dia berkacak pinggang. "Gombal, nggak mempan buatku. Aku bukan salah satu penggemarmu yang termehek-mehek mendengar rayuanmu, Mik."

"Lu kebal sama ketampanan gue?" dia bertanya, menjatuhkan kayunya ke tumpukan.

Tiwi menusukkan jari ke dada Miko. "Benar."

Tapi kalau bisa Tiwi ingin menendang pantatnya sendiri karena berbohong. Kenapa dia tidak bisa mengungkapkan persaannya pada cowok itu? Apakah Miko hanya bercandaatau sebenarnya serius?

Miko mengedipkan mata dan menarik Tiwi mendekat. "Tapi gue yang nggak tahan."

Lengan Miko yang kukuh terasa nyaman. Tiwi menatap matanya yang hijau berkilau itu. Napas Tiwi membeku saat melihat matahari bersinar menyala di pirangnya yang acak-acakan. Miko mengusapkan ibu jarinya ke pipinya dan tersenyum, dan Tiwi balas tersenyum. Dia sadar bahwa mereka sedang bermain api, dan dia bertanya-tanya apakah Miko akan membakarnya seperti dia membakar gadis-gadis lain. Dengan mata terpejam, Tiwi bertanya-tanya bagaimana rasanya kalau saja Miko lebih dari seorang teman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun