Ketika aku menjentikkan pemantik api ke rokoknya, Toto melirikku. "Apakah tunangan Nona Ranya tahu bahwa Anda adalah seorang bujangan?"
"Seperti yang telah saya jelaskan, "aku berkata dengan nada sinis, "saya tidak akan bertemu tunangannya. Sepertinya dia sakit kemarin malam." Lalu aku tersenyum tipis. "Katakan jika saya salah, Detektif, tetapi saya pikir Anda berada di flatnya ketika dia memberi tahu saya."
"Benar sekali," katanya dengan tenang, melirik arlojinya. "Terima kasih atas bantuan Anda, Tuan Handaka. Permisi, tidak usah mengantar saya ke depan." Dia mengulurkan tangannya, dan keluar dari ruang tamu, lalu dia berbalik ke arahku. "Tunangan Nona Ranya mendapat serangan asma. Nona Ranya bersama tunangannya dari pukul enam tiga puluh hingga pukul tujuh lebih. Kami hanya ingin mengkonfirmasi alibi."
Setelah polisi itu pergi, Bu Sulis datang membawa nampan berisi teh dan buah potong.
"Ada apa dengan mobilnya, Mas?" dia bertanya dengan polos. "Tetangga sebelah kemarin marah-marah kemarin, mobilnya enggak bisa keluar."
"Aneh juga kalau dipikir-pikir, Bi," kataku sambil menyeringai lebar. "Hampir sama persis dengan yang aku bilang ke polisi tadi."
Menyodorkan koran dari bawah baki, dia meletakkannya di atas meja. "Ada berita pembunuhan di apartemen Kemayoran," katanya, mengatur ulang isi nampan yang sesungguhnya tidak perlu dilakukan.
"Polisi tadi bilang begitu," kataku.
Sepertinya mengerti implikasinya, Bu Sulis bergegas keluar dengan cemberut.