Sepotong jigsaw menunggu di belakang teko penyok, berselubung awan biru, putih, krem. Aku melihatnya saat memasuki dapur, tepat saat Ibu duduk ke bangku.
"Diam! Biarkan aku."
Dia memutar matanya, menyuruhku untuk mengambil kaleng.
Kue buah di dalamnya memancarkan harum kayu manis dan semangat.
"Aku memanggangnya November lalu," katanya. "Harus sempurna sekarang. Tidak semuanya melemah seiring bertambahnya waktu."
Aku memotong untuk kami masing-masing saat ketel mendidih.
Adikku percaya kami harus mendapat lebih banyak, tetapi aku belum belajar bagaimana membantu seseorang yang bersikeras bahwa mereka baik-baik saja.
Aku menyendok daun teh hijau, menghirup aroma malam hutan yang lembap.
Di meja bercat teal, Ibu bermain jigzaw.
Aku mengambil sudut awan cumulus dan meletakkannya di samping cangkir tehnya.
Senyum Ibu melebar. "Ah, itulah yang aku lewatkan."
Bandung, 30 Januari 2023