Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Batas-Tak-Bertuan (XXIV)

27 Januari 2023   19:04 Diperbarui: 27 Januari 2023   19:25 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok. pri. Ikhwanul Halim

Sebelumnya....

Baku tembak semakin seru. Langkaseh berguncang.

Malin mengutuk Hungyatmai karena memulai pertempuran baru dengan Dunia Barat. Dari seluruh tempat di Batas-Tak-Betuan,  justru memiluh tempat di atas kedai minumannya.

Sepertinya Sukhorn bertekad untuk merampas setiap kepeng miliknya. Bencana di Tiwalustika tiga tahun lalu, ketika si Hungyatmai menggagalkannya untuk mendapatkan kekayaan yang dalam salah satu rencananya, tidaklah cukup. Tidak. Sukhorn ingin melihatnya jatuh melarat dan terkubur di lembah nista.

Lebih dari itu, perang babak baru akan menghancurkan Dunia Timur. Mereka baru saja pulih sejak gencatan senjata. Bangsa Barat pasti memiliki sumber daya yang besar untuk segera mendatangi mereka lagi dan jauh di sini di Batas-Tak-Bertuan. Malin benar-benar khawatir. Jika Bangsa Barat bisa bepergian ke sini tanpa tertangkap, di mana lagi mereka akan menyerang?

Atau mungkin dia seharusnya tidak terlalu khawatir, karena mereka memang harus menyelinap ke sini untuk melenturkan otot kekejaman mereka. Langkaseh tidak bisa melawan balik. Mungkin itu intinya.

Malin berharap suar peringatan dini yang dikirim Dikker bisa menggapai Otoritas Persemakmuran Suku-Suku Dunia Timur, meski kemungkinannya sangat kecil karena aral pelintang yang di pasang oleh muka pucat sangatlah kuat.

Desingan dan dentuman yang semakin keras membuatnya berbalik. Semburan jelaga hitam di cakrawala semakin mendekat seperti badai halimun.

"Hungyatmai hampir mencapai kita." Malin mengi dan terbatuk, mendorong corong tabung pernapasan di antara bibirnya, menraik napas dalam-dalam.

Lubang debu di kedua sisi bersendawa, mengirimkan gumpalan abu halus yang melayang di udara seperti kabut, menambah kegelapan langit.

Malin menyodok kabut yang menebal, penasaran. Dia tidak pernah mengalami ini sebelumnya. Dia jarang berkeliaran jauh dari fasilitas dermaga dan kalaupun berjalan agak jauh, hanya untuk mengunjungi Lalika dan Musashito. Hanya mereka berdua warga Langkaseh yang tidak tinggal di sekitar pelabuhan setelah Nanjan menghilang.

Setelah melewati empat danau pertama yang ukurannya mirip dengan kedai minuman, Musashito berhenti. Dia menunjuk ke permukaan lubang debu yang bergelombang di mana Malin hampir tidak bisa melihat sisi lainnya.

Malin mempelajari ceruk itu. Untuk sesaat permukaan tampak tenang, hanya menampakkan sedikit jumbai ketika angin sepoi-sepoi bertiup kencang. Kelihatannya tidak seberbahaya legenda-legenda hidup yang tak terhitung jumlahnya. Hanya Musashito yang menceritakan kisah-kisah itu.

Apa yang dia dan Muka Pucat sembunyikan?

Berdiri di bibir pantai bertemu laut, Malin terjebak di pusaran debu. Tidak ada yang bisa menunjukkan perbedaannya dengan pantai.

Musashito menampar dadanya. "Tahan, Nak. Langkah pertama itu menentukan. Kita akan masuk ke sana, tapi kita harus bersiap dulu." Dia menjatuhkan peralatan dari kereta-segala-medan dan membagikan topeng, tabung udara, dan sekop.

Topeng menutupi dari mata ke bawah melewati dagu, menjadi kedap udara jika talinya ditarik kencang. Ada sambungan di bagian bawah untuk memasang pengatur udara. Malin menambahkan topeng itu ke perlengkapannya, mengikatnya di atas luka memar dan goresan. Dia memasang tabung udara ke topeng dan menyelipkan sekop di pinggang.

Musashito bersiap, memasukkan cakram di bawah tanah garis pantai, lalu mengeluarkan batu tulis sihir. "Aku akan membuat sandi suar. Jika kita terpisah, kalian akan dapat menemukan jalan kembali ke sini."

Lutut Malin menggigil. Dia akan dikubur hidup-hidup. Kisah-kisah menakutkan yang suka dibisikkan Musashito tentang orang-orang yang hilang tidak lagi tampak seperti dongeng pengantar tidur. Malin memeriksa batu tulisnya sendiri untuk mencari titik suar Musashito, dan mendapatkan jejak yang dekat dan meyakinkan.

BERSAMBUNG

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun