Bentuk Puisi Modern
Para penyair modern telah menciptakan berbagai genre puisi baru.Â
Aku akan mencoba menderetkan beberapa (!) format puisi modern (dan oenciptanya) yang diakui dunia--setidaknya olehku: Abstract (Dame Edith Sitwell), Blitz (Robert Keim), Bop (Afaa Michael Weaver), Cascade (Udit Bhatia), Catena Rondo, Novem (Robin Skelton), Curtal Sonnet (Gerard Manley Hopkins), Double Dactyl (Anthony Hecht and Paul Pascal), Espinela (Vincente Espinel), Fib (Gregory K. Pincus), Gogyohka (Enta Kusakabe), Golden Shovel (Terrance Hayes), Hay(na)ku, (Eileen Tabios), Kwansaba (Eugene B. Redmond), Lune (Robert Kelly), Mistress Bradstreet Stanza (John Berryman), Monotetra (Michael Walker), Nashers (Ogden Nash), Paradelle (Billy Collins), Rondeau Redoubl (Clment Marot), Roundabout (Sara Diane Doyle dan David Edwards), Skeltonic (John Skelton), Trenta-Sei (John Ciardi), Trimeric (Charles A. Stone), Triversen (William Carlos Williams), Waltmarie (Candace Kubinec), dll.
 Masih ada satu bentuk puisi yang disebut Nonce. Nonce adalah format puisi ciptaan penyair sendiri yang khusus dibuat untuk puisinya. Aku memupnyai beberapa puisi Nonce yang awalnya (kelak) ingin kujadi lirik lagu.
Adapun format puisi penyair Indonesia modern yang kukenal dan kuakui keberadaannya adalah sonian ciptaan mediang Soni Farid Maulana.
Apa Bedanya Puisi Modern dengan Puisi Klasik?
Puisi klasik pada awalnya diciptakan sebagai bagian dari seni panggung lain, yaitu sebagai dialog drama, atau lirik lirik musik opera, atau bagian dari syiar agama, atau pengajaran adat budaya.
Ambil contoh sonnet, ode, gazhal, masnawi, qasida, elegi, luc bat, pantun, dan puisi-puisi Skandinavia atau Celtic.
Dan kemudian aku berpikir, bukankah musik keroncong dan varian-variannya mempunyai pola bait dan lirik yang ketat? Mengapa tidak dijadikan sebagai pola tuang asli indonesia?
Sebagai contoh pola lirik Keroncong Kemayoran adalah (dengan membuang 'la-la-la-la'):