Umurku sudah dua puluh tiga tahun, tapi aku tak bisa mengatakan dengan pasti sudah berapa tahun aku berada di Bumi ini. Hanya cermin yang ada di dalamnya dengan jam dan usahaku yang untuk mengambil kembali waktuku yang hilang sia-sia.
"Haruskah kita pergi keluar?" Separuh jiwaku---aku tidak bisa menyebutnya separuhku jiwaku yang lebih baik---bertanya sambil meraih sepatunya.
Aku tergoda. Makan malam yang enak di bistro terdengar seperti kenikmatan yang nyata. Tapi tidak ada jam di bistro, jadi bagaimana aku bisa melacak berapa banyak waktu yang diambil dariku?
Dia melihat wajahku dan dengan desahan mengganti sepatunya. Aku berharap aku bisa menjelaskan teka-tekiku kepadanya, tetapi terakhir kali aku mencoba, dia tertawa.
Mataku kembali ke jam. Butuh empat menit saat aku bicara dengannya!
Empat menit hilang. Aku tidak akan pernah mendapatkannya kembali. Bahkan saat aku mengamatinya, tiga menit lagi berlalu.
Tik, tok, tik, tok. Tidak pernah berhenti.
Aku menangkap ekspresinya dari sudut mataku. Terakhir kali aku melihat wajah itu, dia mengancam akan pergi. Baiklah, biarkan dia pergi. Mencuri waktuku. Mengambil semuanya.
Aku mencoba meyakinkan diri sendiri bahwa itulah yang aku rasakan, tetapi air mata yang membasahi mataku membohongi pikiran itu.
"Ayo pergi ke Upnormal untuk perubahan suasana yang menyenangkan dari biasanya," kataku.
Dan untuk pertama kalinya dalam hampir tujuh puluh dua jam, dia tersenyum.