Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Legenda Sang Perusak (Bab 76)

13 Januari 2023   21:02 Diperbarui: 13 Januari 2023   21:04 391
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebelumnya.... 

Kedua anak lelaki itu masuk melalui jendela yang digunakan Kadir pada malam pertamanya di sana. Bau busuk tempat itu menghantam hidung Bagas dengan keras. Jika baunya tidak lebih baik di kamar lain, dia pasti akan muntah. Dia selalu muntah ketika mencium sesuatu yang buruk seperti ini.

"Ayo keluar dari ruangan ini," dia berbisik kepada Kadir, mencoba menahan napas pada saat yang sama.

Kadir tidak keberatan. Bau itu juga menyerangnya. Mereka keluar ke aula, membawa bau itu bersama mereka. Bau itu segera menghilang karena udara berangin, membuat hidung dan perut mereka terasa lebih baik. Dengan rasa mual yang hilang dan tidak ada lagi yang bisa mengalihkan perhatian mereka, ketakutan akan hal yang tidak diketahui muncul. Hanya bayangan dan gerakan di dinding lain yang diperlukan untuk membuat kepala mereka bolak-balik karena suara sekecil apa pun.

Di kaki tangga, Kadir menggunakan senternya untuk mencari darah yang dia tahu pasti ada di sana, dan memang ada. Genangan darah luas yang mengering. Mereka bahkan bisa melihat di mana salah satu lengan Kenang berada dari jejak yang tertinggal di darahnya.

"Kurasa aku percaya padamu sekarang," kata Bagas takut-takut.

Meski begitu, suaranya bergema di seluruh rumah duka. Kedua anak laki-laki meringkuk ke dalam bayangan sudut. Apa pun yang mungkin ada di rumah duka sekarang tahu bahwa mereka juga ada di sana.

"Ayo naik ke atas. Akan kutunjukkan bagaimana wanita itu tersandung."

"Bagaimana kau tahu dia tersandung, Kadir? Jangan bilang dia jatuh menimpamu, karena aku tidak akan percaya padamu."

"Terserah apa katamu."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun