Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Yang Melintas

13 Januari 2023   15:28 Diperbarui: 14 Januari 2023   05:55 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
prostockstudio (freepik.com)

Jari-jariku terasa dingin meski dalam sarung tangan rajut, mencengkeram lembar karton bertulis.

Aku tidak tahu apakah yang lain merasakan hal yang sama, tetapi yang kulakukan ketika meminta uang adalah memikirkan orang-orang yang melintas. Bagaimana perasaanku ketika melihat mereka masuk dan keluar dari kompleks gedung pencakar langit tergantung pada hari itu.

Terkadang, aku menilai mereka sebagaimana mereka menilaiku: mencari kekurangan mereka, cinta mereka, keraguan mereka dalam cara mereka bergerak dan cara mereka berpakaian.

Terkadang, aku memandang mereka dengan sia-sia untuk mencari jawaban mengapa kami diperlakukan berbeda, seperti anak yatim piatu yang bingung mengapa mereka tidak dicintai. Di lain waktu, aku membuat perbandingan dengan nada pengamat ketiga tanpa syak wasangka.

Seorang pria yang terlalu sibuk untuk memperhatikanku, mirip seperti cinta pertamaku di SMA.

Seorang lelaki tua, yang mengalihkan pandangannya dengan canggung, terlihat seperti kakek yang memberitahuku bahwa aku bisa menjadi apapun yang aku mau.

Seorang wanita penuh percaya diri, yang tersenyum iba, mengingatkanku pada apa yang aku rasakan di Masa Lalu sebelum....

Aku menggeser badanku di atas beton trotoar yang keras. Dingin keluar darinya seperti ingatan akan kecelakaan itu, dan mengatur ulang kakiku yang hanya separuh berfungsi.

Suatu kali, aku melihat orang-orang ini dan teringat akan siapa aku dulu.

Sekarang, aku melihat mereka, dan mereka tampak semakin jauh. Seperti aku berjalan menyusuri terowongan menjauh dari mereka, atau mereka adalah spesies yang sama sekali berbeda. Di dunia mereka, pemerintah tidak memberi mereka santunan difabel karena membiarkan mereka mati akan terlihat buruk di atas kertas. Di dunia mereka, orang tidak mempertanyakan apakah mereka pantas diberi makan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun