"Joe Taslim?" tanya Bulbul curiga. "Aku belum pernah mendengar tentangmu."
"Tidak mengherankan," kataku santai. "Saya belum pernah mendengar tentang Anda sampai dua minggu yang lalu."
"Jadi?" sembur Bulbul galak.
"Saya berbasis di New York," kata saya. "Sedang membuka galeri seni Nusantara dan sedang mencari lukisan terbaik. Saya pikir Anda dan saya mungkin bisa melakukan bisnis."
Mata merah Bulbul melotor. "Siapa yang menyuruhmu datang ke sini? Siapa yang memberi tahukau tentang aku?"
"Anda sungguh-sungguh paranoid," kataku ramah."Jika Anda tidak tertarik untuk menjual karya Anda, katakan saja dan saya akan pergi ke seniman lain."
"Kau belum menjawab pertanyaanku," tanyanya dengan kening berkerut.
Aku mengangkat alis. "Apa pertanyaan Anda tadi?"
Mata kecil Bulbul menyipit nyaris segaris. "Aku tanya, siapa yang memberitahumu tentang aku?"
Sengaja aku membelakanginya. "Lupakan saja, kawan," kataku dengan nada tersinggung. "Saya tidak bisa membuang waktu saya untuk pelukis temperamental, betapapun hebatnya dia."