Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Terdampar di Perut Bumi - Buku Satu: I. Terdampar (Part 23)

4 Desember 2022   21:10 Diperbarui: 4 Desember 2022   21:30 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok. pri. Ikhwanul Halim

Zaki berdiri sambil menggelengkan kepalanya. "Apakah kita udah nyeberang ke Twilight Zone atau malah planet yang jauh menembus black hole? Ekstrem banget, deh." Dia mengerutkan alisnya pada Miko dan memeras depan kemejanya dengan kedua tangan, mengirimkan tetesan air jatuh ke pasir.

"Jadi, Wi, menurut lu teori gue benar-benar ngaco?" tanya Miko.

"Maksudmu, seperti pusaran air yang menjadi semacam portal dimensi ruang waktu?" Tiwi tak bisa menahan tawa. "Sorry, Mik, aku nggak percaya yang begituan dari umur lima tahun."

"Gue emang nggak tahu pasti di mana kita berada, tapi gue tahu satu hal," kata Zaki.

"Apa?" tanya Tiwi.

"Kita harus tetap di sini menunggu bantuan."

Melompat berdiri, Tiwi berputar perlahan mengamati. Kerutan di keningnya semakin banyak. Tidak ada orang, tidak ada helikopter, tidak ada tanda-tanda siapa pun yang datang bergegas menyelamatkan nereka. Jangankan rumah, perahu, atau mobil, bahkan tidak ada bekas kelapa yang dikupas dengan parang atau penjual makanan di kios bambu di tepi pantai.

Hutan juga tidak menunjukkan tanda-tanda peradaban. Di mana pun mereka berada, kalau dibuat brosur akan lebih cenderung mengatakan "Surga yang Belum Ditemukan" daripada "Resor Pantai pilihan Wisatawan".

"Di mana orang-orang? Nggak ada sampah, bahkan kaleng minuman, atau tutup botol pun tidak."

Embusan angin kencang meniup rambut Miko yang belum berantakan. "Ya, tempat ini sepi seperti pulau hantu."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun