Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Batas-Tak-Bertuan (XIV)

1 Desember 2022   12:00 Diperbarui: 1 Desember 2022   12:20 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok. pri. Ikhwanul Halim

Dua gadis berpakaian putih dengan topi merah, sarung, ikat pinggang, dan sepatu but mengarahkan pistol ke arah Malin. Dia meninggikan kerahnya, tahu dia akan kalah melawan senjata jahanam yang memiliki tiga setelan. Yang pertama meletus dengan api biru yang menyilaukan dan rasa sakit yang melumpuhkan, yang kedua akan membakar kulitnya hingga melepuh, dan yang ketiga akan mengapurkan tulangnya, menyebabkan kematian yang menyiksa dan lambat. Mengerikan, senjata yang mengerikan.

Saat matanya menyeberang meja dan melihat pistol Dunia Barat pada pengaturan satu. Bahkan pada kekuatan terendah itu---yang baru saja dia alami saat bayang-bayang melompat darinya bagai matahari meneteskan bunga api, membuat genangan alkohol di bawah kaki Craze sama berbahayanya dengan pengaturan dua.

Dia melangkah hati-hati ke samping, ke lantai yang kering. Suara tenggorokannya menelan ludah bergemuruh mengatasi kesunyian yang dalam, kecuali suara isakan pelan. Dia mencari sumbernya. Laras pistol yang menekan pipinya menghentikan Malin. Dia bergidik merasakan api biru menghanguskan daging lengannya, membuat lecet dan menguarkan bau sangit.

Kedua wanita di depannya tersenyum sebelum menarik kembali senjatanya. Tidak ada yang menunjukkan tanda-tanda lubang peluru, yang lebih mengkhawatirkan Malin. Siapa yang dia tembak? Dia berharap bukan Lalika. Jika dia yang terkena, Malin takkan pernah memaafkan dirinya sendiri.

Di mana dia?

Malin melihat lebih banyak manusia Dunia Barat di dekat pintu, bergulat dengan seorang Daiaq. Bulu burung warena warni biru yang menempel di atas topeng tengkorak kerbau tidak salah lagi adalah Mantir. Mungkin Dikker juga sedang bergumul di sana. Kurangnya tinggi badan membuatnya tak terlihat, tetapi sepak terjang ke satu arah lalu ke arah lain menunjukkan dia berjuang di tengah kerumunan.

Penyerbu dari Dunia Barat meninju dan mendorong. menggonggong kata-kata mengancam. "kalau kalian ingin hidup---"

Dia melihat lengan palsu Rina'y tergeletak layu dalam kekacauan. Wajah Malin mati rasa sehingga bulu kuduknya berdiri. Dia mengulurkan tangan untuk memungutnya, dan kemudian menurunkan lengannya perlahan ke samping. Moncong pistol menempel di rahangnya membuat perhatian kembali ke dua gadis di depannya. Yang satu berdiri setinggi jarum, yang lain montok seperti karung umbi.

"Lalika?" Terlepas dari todongan yang menusuk rahangnya, dia mengambil kesempatan untuk memanggil Lalika, dan pahanya merasakan sengatan sinar biru sekali lagi. Itu akan menimbulkan penderitaan yang lama, tetapi dia sudah pernah selamat ketika bayangan menyelimutinya. Dia bisa bertahan sekali lagi.

Malin tidak tahan tidak mengetahui apakah Lalika baik-baik saja atau tidak. "Kamu tidak apa-apa? Kamu di mana?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun