Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Batas-Tak-Bertuan (III)

12 November 2022   16:42 Diperbarui: 12 November 2022   16:49 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok. pri. Ikhwanul Halim

Dia benar-benar berharap perang memang sudah berakhir. Berharap deretan meriam itu bukanlah sesuatu yang perlu dikhawatirkan.

Dengan penutup kepala dari tengkorak kerbau, dibalut kain tebal sebagai pelindung mata, hidung dan mulut, Musashito melompat turun dari menara pengawas dan berlari mendongkrak pasir, mengaduk lebih banyak debu daripada yang dibawa kapal. 

Kaki lelaki tua itu berkilau, kelembapan yang dihasilkan oleh kulit yang mengenakan cincin pelindung tulang kering. Jari-jarinya yang tajam dirancang untuk berburu, mencengkram pelatuk dan mengarahkan meriam ke Malin. "Aku melihat kapal musuh, sialan. Matilah seperti sampah, Barat haram jadah!" Dia terkekeh, lalu menurunkan laras sebesar kepala Malin. "Oh. itu kamu."

Malin menyilangkan tangannya di atas perutnya yang berbentuk tong.

"Jelas ini aku, bukan Barat keturunan hantu. Perang sudah berakhir dari lima puluh putaran matahari, pak tua."

Penjelasannya tidak membantu Musashito. Kewarasan prajurit tua itu telah hancur karena terlalu sering bertempur melawan. Selain itu, sukunya jenisnya hidup terlalu lama. Satu generasi puak Musashito berlalu tiga generasi kaum lain, bermain seperti kemarin dalam ingatannya. Dan dia mungkin akan terus bertempur melewati satu abad atau lebih sebelum Langkaseh akhirnya tumbuh menjadi benua atau tenggelam ke dasar samudra.

Jari bercakar bergetar di bawah hidung Malin. "Orang-orang baik kalah, Anak Muda. Lihatlah lubang neraka ini."

Malin tidak bisa membantah.

"Lambang di lambung kapal itu bukan sekadar hiasan belaka, Tuan Pemilik Kedai Minum. Itu adalah masalah. Pencetus wabah, penghasut perang. Operasi rahasia simbol di Dunia Barat. 

Barat ada di sini, datang untuk menghapusmu dari muka dunia. Aku akan menunggu mereka di belakang sana." Musashito menunjuk ke lemari penyimpanan yang menempel di dinding belakang di tengah rak-rak kendi tuak. "Ketika mereka masuk dan akan membocorkan jidatmu dan menumpahkan isinya ke lantai, aku akan melompat keluar dan melepaskanmu dari cengkeraman mereka. Bum. Bum. Buuum!"

"Jangan tembakkan meriam di kedaiku," kata Malin. "Aku tidak peduli jika kapal itu dari Dunia Barat. Tapi mungkin bukan. Mungkin jalur penumpang baru dari seseorang yang mendapat banyak di kapal itu, atau beberapa prajurit bayaran. Mungkin bahkan bajak laut dari Dunia Barat, tapi bukan tentara musuh. Tidak mungkin."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun