Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Batas-Tak-Bertuan (I)

10 November 2022   12:30 Diperbarui: 10 November 2022   12:39 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok. pri. Ikhwanul Halim

Suara sangkakala bergetar di lantai, nada rendah menembus jauh ke dalam dasar telinga Malin.

Dengungannya semakin keras sampai dinding bergoyang bagai dilanda lindu, membuat Malin merasa menjadi bintik kecil dalam rentang samudra. Pengingat yang suka berdenging di telinga dua kali sehari ketika dia tidak sedang tidur siang.

Malin berguling berbalik ke punggungnya. Matanya silau oleh cahaya lampu tahun. Kakinya menendang tali penutup lampu yang terkait di dinding.

Dia menyibak tirai dan melalui kaca buram, melihat petir menyambar-nyambar, gemuruh batuk mengganggu langit biru pucat. Cerahnya menyengat menumpuk di matanya, dan dia bersin tiga kali.

Malin menarik napas dalam-dalam, mencari aroma yang tak dikenal dalam kamar, mencari sesuatu yang berbeda. Ada yang terungkap hari ini akan menjadi hari di mana lautan akan memberikannya keberuntungan yang menjadi senjatanya untuk membalas dendam. Tujuan hidup yang dia pegang denganh erat sejak bapaknya menendangnya dari kampung halaman Panaimar tiga tahun lalu.

Apakah benar-benar sudah selama itu?

"Bajingan terkutuk," dia meludah ke lantai. "Suatu hari nanti aku akan berhasil menumpuk kekayaan besar untuk membuatmu mampus tersedak."

Malin mengangkat bahu, membuang ampas kantuk dari tidur tujuh jam---yang diketahuinya dari benda ajaib sisa pampasan prang dari Dunia Barat yang tergantung di dinding. Dia mengomel mengapa tidak terbangun lebih cepat. "Terkutuklah Dunia Barat."

Tujuh hari tidak menuangkan satu batok minuman bukanlah definisi sukses, dan terutama bukan untuk Malin. Kalau terus begini, Angku akan mati lebih dulu sebelum Malin membuat lelaki itu menyesal.

Malin mengerang panjang, bertanya-tanya bagaimana takdir membawanya ke sini ... untuk ketiga ribu empat ratus tujuh puluh sembilan kalinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun