Saat aku berbalik dari jendela, telepon berdering. Dari ujung sana, terdengar suara Joko Seng. "Aku mendapatkan informasi yang kamu inginkan. Temui aku di depan air mancur setengah jam lagi."
Tepat pada detik kedua, sebuah Mercedes besar yang dikemudikan sopir berhenti tepat di depanku. Aku duduk di kursi belakang di sebelah Joko Seng yang tampak seperti pebisnis dalam perjalanannya ke konferensi tingkat tinggi.
"Aku punya informasi yang kamu butuhkan tentang Emak Ema," katanya.
"Ada catatan kriminal sebelumnya?" aku bertanya.
Joko tersenyum tipis. "Pertama-tama," katanya, "tampaknya permepuan itu belum pernah menikah, meskipun sebutannya Emak. Iyu hanya panggilan kebanyakan orang."
"Aku tidak bisa menganggapnya keibuan," kataku.
 "Dia punya reputasi yang bagus," lanjut Joko, "'terutama di lingkungannya sendiri."
"Baik, buruk, atau di antara keduanya?"
"Sedikit campuran. Penampilan yang kasar tapi berhati emas, kalau kamu tahu apa yang kumaksud."
"Seperti Tugboat Annie?" usulku merujuk film era 1930-an yang kutonton waktu kecil.