Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Penyihir Kota Kembang: III Kisah Sang Ratu (Part 4)

7 Oktober 2022   09:30 Diperbarui: 7 Oktober 2022   10:01 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok. pri. Ikhwanul Halim

Si kecil Dikdik menguap, dan perempuan tua itu tersenyum saat dia menyalakan api, mengirimkan percikan api ke udara.

"Setelah semuanya selesai," perempuan tua itu melanjutkan, "penyihir mengajak Kaniya melalui Hutan Nirmala yang angker di mana mereka akan menemukan bahan yang akan dia gunakan untuk menyembuhkan raja. Penyihir itu berjalan ke dalam hutan tanpa rasa takut, tapi Kaniya tampak senewen, menggenggam tombaknya dengan erat. Mereka mencapai lokasi dan penyihir itu menghidu mencium udara, laluberhenti. Seekor kucing hitam seperti yang mereka temukan di gubuknya, muncul dari balik pepohonan dan mendengkur di kakinya. Penyihir itu tersenyum dan mengelus punggung hewan itu."

"'Mengapa kita berhenti, Penyihir?' tanya Kaniya. Penyihir itu hanya menoleh dan menyeringai.

"'Genggam tanganku,' katanya."

Kaniya memandang tangan itu dengan ketakutan. 'Tidak,' katanya."

"'Aku tidak tahu berapa lama kita akan bertahan hidup,' kata penyihir itu. 'Kemungkinan besar dia telah mengirim seseorang untuk mengejar kita. Waktu tidak berpihak kepada kita. Jadi, Kaniya, pegang tanganku.'"

"'Siapa yang akan mengirim orang untuk mengejar kita?' Kaniya bertanya, hampir tertawa. 'Aku prajurit istana kerajaan Galuh. Telah kutilik jejak kita saat berjalan. Tidak ada yang mengikuti dari belakang.'"

"Penyihir itu tidak mengatakan apa-apa. Dia hanya mengulurkan tangannya yang disambut Kaniya dengan enggan.  Tangan itu begitu, terlalu dingin bagi siapa pun yang hidup. Tetap saja, dia bertahan. Dan penyihir itu memeluk tubuhnya."

"Ada hal-hal yang dengan mudah dimengerti, anak-anak. Hal-hal yang bisa diucapkan dengan kata-kata. Begitulah cara kita meneruskan berita dari orang ke orang. Itu adalah cara kita manusia."

"Tapi penyihir, tidak sepenuhnya manusia."

"Kaniya tersentak saat pengetahuan mengalir ke dalam kepalanya dari penyihir dengan percikan api biru saat penyihir itu menutup matanya dan berkonsentrasi. Waktu seakan berhenti mengalir. Dan ketika berakhir, Kaniya tersentak menjauh dari penyihir itu, mengacungkan tombaknya."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun