Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Penyihir Kota Kembang: III. Kisah Sang Ratu (Part 3)

5 Oktober 2022   22:30 Diperbarui: 5 Oktober 2022   22:31 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok. pri. Ikhwanul Halim

"Mereka tidak menemukan apa yang mereka anggap penyihir, tetapi seorang perempuan berbaring telungkup di tanah, kendi kosong yang pernah berisi tuak berserakan di seluruh penjuru. Perempuan itu tampak muda, belum berusia 30 tahun, tetapi rambutnya panjang tak terawat dan pakaiannya pudar dan tua, seakan dari masa Taruma berjaya. Seekor kucing hitam dengan mata manusia sedang menjilati tubuhnya sendiri di pojok. Jaring laba-laba menguasai setiap sudut siku dalam gubuk, dan perempuan itu terbaring di tengah-tengah."

"Para prajurit bingung, apakah dia penyihirnya? Karena tidak ada pilihan lain, mereka menggotongnya sambil menutup hidung menahan baunya yang menusuk, dan mereka membawanya ke istana kerajaan."

"Orang-orang yang menonton para prajurit pulang berbaris yang masih hidup sejak hari itu akan bercerita bahwa meskipun dia terlihat dan berbau seperti perempuan sakit jiwa, tatapan matanya tidak menunjukkan kegilaan atau tanda-tanda mabuk tuak. Matanya tajam setajam elang."

"Mereka membawanya ke balairung istana dan melemparkannya ke lantai untuk berlutut di hadapan Ratu."

"'Siapa namamu?' tanya Sri Ratu Pwahaci dari singgasana sang raja yang sedang tidur panjang. Perempuan itu bahkan tidak berdiri saat dia menggumamkan sesuatu.

"'Apa?' tanya ratu sambil mencondongkan tubuh ke depan.

"Penyihir itu mengangkat kepalanya, dan orang-orang yang awas penglihatannya menangkap kecantikan yang unik di balik kerak lumpur dan kotoran yang seperti sudah menjadi bagian dari wajahnya. Tersenyum dengan senyum yang sinis, dia berkata, 'Aku membuangnya.'"

"Pandita yang duduk bersimpuh di lantai nyaris tertawa. 'Kamu membuang ... namamu?' tanyanya."

"Perempuan penyihir itu mengangkat bahu tak acuh. 'Aku tidak membutuhkannya lagi,' katanya, 'jadi aku membuangnya.'"

"Tinju ratu mengepal dan suaranya naik satu laras slendro. 'Lalu bagaimana,' kata Sang Ratu, kami harus memanggilmu?'"

'Apapun yang kau mau,' jawab wanita itu sambil tetap tersenyum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun