Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Legenda Sang Perusak (Bab 15)

20 September 2022   14:45 Diperbarui: 20 September 2022   20:17 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok. pri. Ikhwanul Halim

Di pinggiran batas luar Taluk Kuantan yang telah menjadi tempat pembuangan sampah, Bagas Buwana berjalan keluar dari pintu depan gubuknya menuruni tangga kayu yang lapuk.

Ini akan menjadi hari yang menyenangkan, pikirnya. Dia bisa tahu hanya dengan tidak adanya bau busuk di udara. Biasanya, dia disambut oleh aroma anyir sampah dari halaman depan gubuknya, tetapi tidak hari ini. Itu membuat hari itu menjadi hari yang baik di matanya. Jika dewa angin berbaik hati untuk meniupkan bau tidak sedap menjauh dari tempat tinggalnya, tidak ada yang tahu apa yang bisa terjadi hari itu.

Mengeluarkan sepeda tuanya dari semak yang berfungsi sebagai sandarannya, Bagas berlari pendek lalu melompat ke atas sadel seperti menunggangi kuda yang sedang berlari. Sesaat kemudian dengan meliuk-liuk, dia dalam perjalanan menuju pejabat surat kabar untuk mengambil antaran hariannya. Hari ini adalah hari pembayaran, dan itu berarti uang di sakunya.

Biasanya, hari itu menjadi hari yang menyebalkan karena orang yang ditagih tidak ada di rumah atau tidak meninggalkan uang seperti yang semestinya. Pada saat yang sama, itu adalah satu-satunya sumber pemasukan yang dia punya, dan rasanya menyenangkan memiliki beberapa dirham di sakunya.

Menjalankan rutenya, angin yang bertiup di wajah bocah berusia sebelas tahun membuatnya terjaga lebih dari apa pun. Sekolah berjalan jauh lebih baik setiap hari. Nilai-nilainya adalah buktinya. Sejak dia mulai bersekolah, orang tuanya telah mendorongnya untuk melakukan yang terbaik yang dia bisa. Tapi ayahnya telah meninggal dalam kecelakaan mobil dua tahun lalu, dan kini dia tinggal bersama ibunya. Kematian ayahnya sangat berat baginya, dan dia berharap keadaan tidak akan menjadi lebih buruk lagi. Melihat jenazah ayahnya di peti mati telah membuatnya susah tidur selama satu tahun. Dia menjalani kehidupan seperti mayat hidup, bahkan lebih lama dari itu. Dia tidak ingat kapan dia akhirnya kembali normal, tapi dia tahu satu hal yang pasti: orang mati membuatnya takut, dan dia tidak pernah ingin melihat orang mati sedekat itu lagi.

***

Menjelang siang, Awang akhirnya mandi, berpakaian, dan keluar dari pintu belakang menuju mobilnya. Seharusnya dia menghabiskan sepanjang hari beristirahat. Kepalanya masih belum sepenuhnya normal dan kembali ke klinik setelah kecelakaan mungkin terlalu dini. Tetapi mereka telah menghabiskan uang yang tidak mereka miliki, tekanan ekonomilah yang memaksanya kembali bekerja.

Lagi pula, dia bisa melakukan sebagian besar pekerjaannya dengan autopilot saat ini, bahkan setelah kecelakaan. Pemeriksaan rutin, radang telinga, dan radang tenggorokan adalah penyakit umum yang mengisi pundi-pundi dokter keluarga.

Awang terhenyak berdiri di depan pintu garasi yang terbuka.

Di mana mobil sialan itu? Kuntum pasti membawanya saat dia mandi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun