Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mimpi Buruk

18 September 2022   12:20 Diperbarui: 18 September 2022   12:18 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku menarik selimutku sampai ke leher dan memejamkan mata, merasakan bulu mataku yang halus menggelitik kulit. Hidungku berkedut sebelum aku membiarkan seluruh tubuhku menyerah pada kegelapan.

Langkah kaki bergema, bagai pantulan detak jantungku. Di bawah. Ya, dari situlah bunyi berasal. Lantai bawah, di dapur.

Bagai palu godam menghantam ubin beton dingin yang membeku, meninggalkan jejak kaki kotor tercetak di permukaan mengkilap. Sunyi. Lemari dibuka. Denting lembut gelas-gelas yang saling berciuman, lalu air mengalir. Semburan  yang diikuti oleh tetesan partikel cair yang tersesat di lantai.

Bunyi meneguk yang terburu-buru. Helaan napas tajam. Kaca di atas meja granit abu-abu tergores. Langkah kaki lagi keluar dari dapur menuju ruang tunggu. Bunyi ritsleting menggores sofa merobek benang sulaman yang menjengkelkan. Kutukan kasar bergumam dari mulut.

Ke jendela, tirai berderit menyusur rel aluminium. Sidik jari terbentuk di kaca jendela, menyusul gesekan lengan baju saat larut menjadi noda. Mata bertumpu pada tuas diikuti putaran kunci yang terredam di dalam lubang. Menekan tombol dan mengengkol sembilan puluh derajat tuas pegangan. Merayap menjauh dari bingkai, mengalir udara segar saat jendela dibuka. Asap bensin dan rintihan larut malam. Peluit angin berkesiut, sinar Mentari sekarat ...

Langkah kaki lagi? Kali ini lebih dekat. Tepat di luar kamarku. Derai sandal usang ayahku. Jantungku berpacu.

Siapa yang ada di dapur? Dia berhenti di puncak tangga. Menunggu. Dia tidak mendengar apa-apa. Tangan memposisikan diri di atas pegangan tangga. Tangga kayu mengerang di bawah kaki. Sebelas. Dua belas. Tigabelas.

Dia telah mencapai bagian bawah, menjentik saklar lampu. Silau kekuningan dari bohlam. Ke dapur. Lampu lain menyala. Sebuah 'Hmmm' di gelas terbalik di wastafel, air liur menempel di tepi warna-warni. Langkah kaki mencapai lemari es. Pintu berayun terbuka saat karton susu ditarik. Membuka tutupnya, dan menuangkan dengan lembut.

Bunyi 'gluk' senada langsung ke mulut. Tangan yang lelah mengencangkan tutupnya, sebelum botol dimasukkan kembali ke dalam lemari es. Pintu menutup.

Dia berputar dengan gerakan mirip robot. Apa itu di balik pintu? Sebuah bayangan buram dan sepasang mata. Sesuatu yang berwarna perak, berkilauan... tangan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun