Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Anak Yatim Sudah Seharusnya Mendapat Pengasuhan yang Layak

10 Agustus 2022   20:25 Diperbarui: 10 Agustus 2022   20:53 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mau tak mau aku melirik jam pasir ketika Tuan dan Nyonya Doolay masuk ke kantorku. Kurang dari dua menit lagi, aku akan mengunci dan berada di kafe di seberang jalan. Suara denting lonceng dan gumpalan debu yang mengiringi mereka masuk membuat mata berkedip dan telinga sakit.

Aku menarik napas dalam-dalam. Yang terbaik adalah langsung menyelesaikan masalahnya. Gadis-gadis itu mungkin mengejekku karena terlambat ke acara kumpul-kumpul setelah jam kerja kami, tetapi sebagai Peri Asuh di Layanan Adopsi Flora, Fauna & Cuacalala, pekerjaanku adalah bisnis yang sangat serius.

Jam Sukacita telah menungguku: bayar-satu-dapat-dua. Tongkatku tampak bersedih di tempat payung, di bawah topiku.

Aku meluruskan papan namaku di meja, mengangguk memberi salam pada pasangan yang berdiri di pintu, lalu menunjuk kursi di depan mejaku.

"Aku akan bersama kalian sebentar lagi."

Tuan Doolay membungkuk, tetapi dia tetap berdiri di belakang istrinya, dengan topi di tangan.

Aku menjentikkan jari di udara, dan arsip pasangan tua yang sudah lama menikah itu melayang ke tanganku. Aku mengamatinya sementara mereka terpana melihat penampilan sihir kecil-kecilan tadi.

Aku menahan tawa. Hanya sekadar memainkan seni pertunjukan murni. Aku sudah memeriksa file mereka semalaman, berharap mereka muncul pagi-pagi sekali.

"Jadi, kalian menginginkan seorang anak," kataku membuka percakapan. Mereka bertukar pandang sebelum Tuan Doolay memberanikan diri untuk mengangguk.

"Itu benar, Nona...." Dia menyipitkan mata ke papan namaku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun