Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Anak Yatim Sudah Seharusnya Mendapat Pengasuhan yang Layak

10 Agustus 2022   20:25 Diperbarui: 10 Agustus 2022   20:53 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Anak ini ditakdirkan untuk mengalahkannya." Saya memberi isyarat pada bola kristal sebelum berbalik ke arah pasangan itu. "Artinya, jika kalian dapat mempertahankan bagian kalian dari perjanjian itu."

Tuan Doolay mengatakan sesuatu, tapi yang keluar hanyalah bunyi serak parau. Aku membiarkan dia batuk, berdehem, dan mengumpulkan akal dan keberaniannya. Aku melirik jam pasir lagi. Para gadis itu akan mencelupkan tangan mereka ke dalam kuali kedua mereka saat ini.

"Mohon maaf, Bu." Tangan Tuan Doolay memutar topi di tangannya saat dia berbicara. "Perjanjian apa?"

"Sederhana. Kalian berdua harus menjadi orang tua angkat yang menakutkan untuk anak itu."

"Apa?" Suara lengkingan Nyonya Doolay keluar dari mulutnya. Dia menarik napas. "T-tapi dia yatim piatu! Bukankah dia sudah cukup mengalaminya?"

"Dengar." Aku mengangkat bahu. "Bukan aku yang membuat aturan, aku hanya mengikutinya saja. Jadi, ya, orang tua yang mengerikan."

"Seperti bagaimana?" Tuan Doolay melirik istrinya dengan sembunyi-sembunyi. "Bersikap tegas? Menyuruhnya tidur tanpa makan malam dan semacamnya?"

"Henry, tidak--" Nyonya Doolay meletakkan tangan di lengan suaminya, tapi ditepis. Dia menatapku dari bawah alisnya dengan gemetar.

"Tidak, itu tidak akan berhasil." Aku menggelengkan kepalaku dan cemberut dengan kecewa saat aku melihat jam pasir. Mengejar ketinggalan dengan gadis-gadis mengharuskanku menjadi kasar.

"Mengerikan! Seperti, memberi makan setengah sendok makan bubur untuk sarapan, makan siang, dan makan malam! Tinggal di bawah tangga, dipaksa memakai sepatu dari batu saat di kamar dan makan! Menghukum tanpa alasan, atau lebih baik lagi, ketika anak itu berbuat baik!"

Aku berhenti, tangan di atas kepalaku, napasku terengah-engah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun