"Terima kasih."
Sarkawi dan aku duduk di sofa tua di sebelah tempat sampah dengan kopi kami.
"Ya ampun, hidup enggak adil," kata Sarkawi. "Hanya gara-gara typo dan seluruh hidup kita hancur. Gara-gara random error. Mengapa hal-hal buruk terjadi pada orang baik?"
Seorang kakek-kakek petugas kebersihan tua tertatih-tatih menuju tempat sampah. Dia meletakkan tongkatnya di lantai sebelum mengangkat kantong sampah yang penuh dan melemparkannya ke atas bahunya seperti kuli panggul Pasar Induk.
"Kalian ditolak di Universitas Nusantara?" dia bertanya.
"Ya."
"Aku juga, di zamanku."
"Bagaimana bisa? Salah ketik?"
"Bukan," katanya. "Aku keturunan peranakan."
"Oh."
Dia membungkuk untuk mengambil tongkatnya dan terpincang-pincang pergi.