Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kosong

7 April 2022   06:00 Diperbarui: 7 April 2022   06:03 634
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tahun lalu, Diana mengikuti kursus yoga sekadar ingin tahu, dan menemukan bahwa dia tidak terlalu peduli dengan yoga. Dia menganggap posenya memalukan dan berpikir instrukturnya terlalu serius, meskipun tubuhnya setipis papan penggilasan dengan otot sekeras karang tapi mampu membengkokkan dirinya menjadi beberapa macam bentuk pretzel yang berbeda.

Dia berhenti setelah beberapa minggu dan tak mempermasalahkan tubuhnya yang sangat tidak lentur. Namun ada satu hal yang dikatakan oleh instrukturnya yang selalu diingatnya. Instruktur berulang kali mendorong peserta kursus untuk menjernihkan pikiran', untuk 'tidak memikirkan apa-apa', untuk mengosongkan kepala dari gangguan pikiran'.

Awalnya dia berpikir ini adalah ide yang konyol.

Bagaimana seseorang bisa benar-benar 'mengosongkan' kepalanya? Saat dia mencoba untuk tidak memikirkan apa-apa, dia menyadari bahwa dia berpikir untuk tidak berpikir, yang artinya kepalanya tidak kosong karena berpikir. Itu bukan tidak memikirkan apa pun, tetapi sebaliknya sangat memikirkan sesuatu, bahkan jika dia tidak memikirkan apa pun.

Semua kehampaan dan hal-hal yang berkeliaran di kepalanya memiliki efek yang berlawanan dengan yang dimaksudkan instruktur yoga, dan dia akhirnya merasa pusing dan mual. Namun, ada sesuatu yang menarik tentang gagasan untuk dapat menciptakan oasis kedamaian dan ketenangan di dalam kepalanya sendiri.

Dia bisa membayangkan betapa indahnya melarikan diri dari kekacauan hidup kesehariannya. Tidak ada lagi anak-anak berlarian sambil menjerit-jerit di dalam rumah membuat kekacauan. Tada lagi suami yang berteriak menanyakan apa untuk makan malam sambil menonton pertandingan bola di televisi di ruang tamu dengan volume penuh di ruang keluarga. Tidak ada lagi bos yang mengeluh bahwa dia tidak mengantarkan pesanan pelanggan dengan cepat. Dan tidak ada lagi pelanggan yang mengeluh tentang makanan yang dimasak bosnya. Tidak akan ada lagi ponsel yang berdering sepanjang hari dari dalam tasnya. Tidak ada lagi yang disebut teman tapi bergosip lewat telepon. Tidak ada lagi ibu yang meneleponnya untuk mengomelinya karena jarang datang berkunjung.

Ya, sungguh luar biasa bisa membungkam semua itu, meski hanya beberapa menit.

Jadi, setiap kali Diana punya kesempatan, dia akan menutup matanya dan mencoba lagi. Dia akan mencoba memvisualisasikan hal yang paling tidak bisa dia pikirkan. Tembok putih polos di ruang persegi yang kosong. Hanya dinding putih mulus, tidak dicat, putih dengan sendirinya. Tembok tanpa apa pun di depannya. dan tidak ada apa-apa di belakangnya.

Kemudian dia akan membayangkan dinding itu memanjang ke kiri dan ke kanan hingga ke kejauhan, tidak pernah berakhir di kedua arah.

Kemudian dia akan membayangkannya membentang ke langit dan turun di bawah kakinya, seolah-olah dia mengambang di angkasa di depan dinding putih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun