Gadis berambut cokelat gelap itu memeluk dirinya sendiri saat perahu berderit tertiup angin laut.
"Aku hanya tidak tahu siapa yang bisa kupercaya lagi," isaknya. "Salah satu dari mereka mengambilnya, tapi aku tidak tahu yang mana. Aku tidak pernah berpikir ini akan terjadi jika aku mencoba melakukan pekerjaan manusia."
Profesor Doktor Saraswati, pakar paranormal, mengangguk simpatik sambil berusaha menjaga keseimbangannya di atas geladak yang bergoyang di ayun gelombang.
"Sudah berapa lama ekor Anda hilang, Midah?"
"Aku menyimpannya di dalam peti es. Aku memakainya dua kali sehari untuk berenang saat air pasang. Terakhir aku melihatnya tadi malam, sekitar pukul tujuh. Lalu pagi ini sekitar pukul enam aku membuka peti untuk memakainya, tapi sudah tak ada."
"Mungkinkah itu pembobolan acak? Kejahatan terhadap paranormal sudah umum akhir-akhir ini."
Midah menelan ludah. "Tidak. Hanya Untung dan Suro yang bisa masuk ke perahu itu. Hanya mereka berdua yang bisa mencurinya."
"Kira-kira apa motif si pelaku sampai tega mengambil ekormu itu?"
Kedua wanita itu menoleh ke arah orang yang bertanya. Detektif Sanjo Kaimano berdiri di dermaga di samping perahu dengan buku catatan di tangan.
Nidah menggigit bibirnya. "Kami bertiga bekerja bareng selama bertahun-tahun. Untung sebagai pemilik perahu dan Suro sebagai jurumudi. Aku pemandu wisata. Berkeliling Pulau Seribu, umumnya. Tapi kadang-kadang kami membawa romobngan yang ingin memancing di laut dalam. Akhir-akhir ini, Untung dan Suro, eh.... bersaing untuk memperebutkanku."