Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

"Hari yang Indah"

27 Januari 2022   13:00 Diperbarui: 27 Januari 2022   13:10 451
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
everythingcrossstitch.com

Dia mulai dengan rumput yang membentang di sepanjang perbatasan dekat bagian bawah dengan hati-hati. Kain linen yang bernoda teh mulai compang-camping karena telah ratusan kali keluar masuk dari tas kanvas tempat dia menyimpannya.

Dia menarik setiap benang dengan hati-hati. Gerakannya bagaikan irama yang dia kembangkan selama berbulan-bulan membuat desain. Satu demi satu, x kecil dihapus, baris demi baris. Baris demi baris padang rumput menghilang.

"Anda membutuhkan sesuatu untuk membuat Anda sibuk," kata perawat itu, matanya ramah dan penuh simpati.

Nuria tidak menginginkan simpatinya, tetapi dia tetap membeli perlengkapan itu. Itu mengalihkan kesibukannya menatap keluar jendela kamar rumah sakit, mengamati pohon cemara yang sama hari demi hari, daunnya yang abu-abu-hijau menggigil di angin tak berujung. Itu mengalihkannya dari menatap putrinya di tempat tidur.

Di balik jahitan kain bersih, terlindung dari minyak di jari-jarinya yang bekerja mengurai bagian-bagian yang tidak dilindungi oleh lingkaran bordir. "Hari yang Indah" adalah nama desainnya, dan Nuria telah berusaha untuk membuatnya terwujud.

Menjahit sinar matahari dan matahari datang. Terkadang berminggu-minggu berlalu saat tas itu tak tersentuh ketika Maurin diizinkan pulang, mengenakan topi lebar, dan bermain di bawah sinar matahari di halaman belakang rumah. Kemudian rasa sakit dan demam kembali, dan Nuria akan mengambil tas jahit di pintu menuju jalan keluar ke rumah sakit.

Berikut menyusul bunga, rumpun hijau oranye yang menyebar. Nuria lalu menggunting simpul di bagian belakang, mencabut kelopak satu demi satu, mencabut daun dari batang, lalu dari batang menjadi ketiadaan. Ini adalah ritual, tindakan pembatalan.

Lucu, pikirnya, membongkar sesuatu membutuhkan waktu jauh lebih sedikit daripada membuatnya.

Dari tempat tidur terdengar erangan lembut.

Nuria menoleh, masih mengharapkan sosok kurus ceking itu duduk dan meminta es krim, tetapi hanya ada dengus napas panjang dan dalam di bawah pengaruh obat tidur. Dia ingin dengan sepenuh hatinya mengguncang anaknya, membangunkannya dan menatap matanya untuk setiap detik yang tersisa, tetapi menjadi seorang ibu selalu berarti mendahulukan kebutuhan orang lain di atas kebutuhannya sendiri. Dan yang dibutuhkan Maurin sekarang adalah istrihat, betapapun singkatnya. Nuria melihat ke bawah dan menarik benang jahitan lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun