Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Di Pasar Lahir, Hidup, dan Mati

11 Januari 2022   15:06 Diperbarui: 11 Januari 2022   15:10 368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

jauh di bawah lereng licin curam seribu air mata
memadat mimbar sisi gunung
bingkisan duka cita yang hilang dalam diam
mata basah mengaduk harmoni dan---
kegelapan samar dunia bentuk

jauh melampaui penghiburan yang terlindung
air mata anak yatim menyapu pandangan Tuhan
jarak kesucian waktu yang terkuras
perkawinan cahaya, kekosongan, dan tali pusar
kegembiraan membumi kegembiraan teredam

semut memuat dan membongkar dan memuat, lagi
bumi tergeletak tanpa pakaian dalam sarung di alun-alun pasar
meracau di lubang hidung patung dewa cekikikan
daya pikat kuburan mengundang tarian seronok
bergulung tawa bayi yang baru lahir
bergema di seluruh alam yang belum terbentuk

kita melayang-layang, dipeluk jaring ovarium takdir
dengan bodohnya berjuang untuk tidak menjatah ransum
untaian asap tembakau di permadani bayu tak berujung
mengharap makna dari makna tanpa makna yang bermakna

jadi kita mengejar matahari yang tercerahkan
ke rumahnya untuk mencari cahaya
siapa yang menyemburkan kepulan kegelapan dari ketiaknya
musim semi di belakang kami, lagi
berpakaian seperti fajar baru yang dipintakan

tepuk tangan menyambut dan tatapan perpisahan
bumi adalah rahim, kuburan pintu masuk rahim
seperti talas segar dan berkilau diambil dari biji busuk---
dia harus bangun, harus tidur, karena begitulah dunia dikandung,

Bukan waktu
tetapi dalam waktu
kematian dan kelahiran
dan kehidupan
di antaranya
sekali lagi

Bandung, 11 Januari 2022

Sumber ilustrasi

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun