Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Menunggu Badai Datang

11 Januari 2022   07:13 Diperbarui: 11 Januari 2022   07:16 782
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kamu berbaring di sofa di ruang tamu, mendengarkan suara malam di luar rumah melalui jendela yang terbuka sebagian.

Seekor anjing menggonggong terputus-putus di kejauhan, satu atau dua dengking bernada tinggi dan kemudian hening, lalu satu atau dua dengkingan lagi. Nadanya tidak terdengar marah, juga tidak sedih, hanya anjing yang menggonggong karena ingin menggonggong.

Kamu membayangkan anjing itu duduk sendirian di pekarangan belakang rumah pemiliknya, dengan kepala dimiringkan, mendengarkan malam seperti yang kamu lakukan, tetapi tak sanggup menahan diri untuk tidak menyuarakan jawaban atas hal-hal yang didengarnya.

Kamu mengerti sepenuhnya.  Dia ingin mengeluarkan gonggongan gembira dari waktu ke waktu. Baik kamu dan anjing itu bisa merasakan sesuatu di udara, perasaan bahwa segala sesuatunya akan berubah. Perbedaan tipis dalam bunyi angin yang menggesek pepohonan, entah bagaimana, seolah-olah angin sedang mencoba untuk menyuarakan pendapat mereka sendiri, menuntut perhatian.

Kamu mencoba untuk tetap diam, tapi jantungmu berdebar kencang di dada. Badai akan datang. Badai besar yang memorakporandakan.

Kamu memejamkan mata. Terkadang sebuah mobil melintas di jalan di luar, terdengar seperti sedang terburu-buru. Kamu membayangkan dikejauhan dinding badai bergerak menuju ke arahmu, kekuatan gelap dan tak terbendung menyapu segala sesuatu yang dilaluinya.

Kamu memikirkan tetangga-tetanggamu di dalam rumah mereka, melakukan rutinitas malam mereka, tidak menyadari ancaman yang menuju ke arah mereka. Kamu tahu kamu seharusnya mencoba memperingatkan mereka, tetapi kamu juga tahu bahwa mereka tidak akan menganggapmu serius.Mereka hanya akan memandangmu dengan tatapan kosong saat kamu mencoba menjelaskan apa yang kamu rasakan: ketegangan di kepalamu saat tekanan udara turun, kesemutan di ujung jari saat angin berubah arah, perut melilit seperti cucian diperas. Loteng berderit perlahan.

Tidak, kamu tidak bisa membantu mereka. Terserah kepada mereka. Mereka sendirian.

Itu tidak terlalu penting. Badai datang untukmu. Lahir di samudra dan bergulung melintasi pegunungan tinggi dan dataran luas, menyerap energi saat diarahkan lurus menuju ke arahmu. Monster yang terbuat dari guntur dan kilat, menggeram dan mendesis saat bergerak.

Saat badai hampir tiba. tetesan hujan membasahi jendela. Dan kamu menyadari bahwa anjing itu berhenti menggonggong. Dan mobil-mobil berhenti melaju.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun