Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Karakter Ketiga

25 November 2021   17:44 Diperbarui: 29 November 2021   21:04 462
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi peretas.| Sumber: Shutterstock via Kompas.com

"Jadi apa yang kita bicarakan di sini?" tanyaku, saat dia mondar-mandir di sekitar ruangan. Rutinitas yang sama: dua puluh tiga langkah ke salah satu ujung ruangan dan dua puluh satu langkah berbalik, seolah-olah ruangan itu entah bagaimana menciut setiap kali dia melakukan salah satu ziarah kecilnya.

"Aku sedang berbicara tentang perubahan," jawabnya serak.

Tenggorokannya kering karena semua pembicaraan dan rokok tanpa jeda yang kami sedot dalam beberapa jam terakhir ini. Suatu kali, aku mencium bibirnya dan membuat suaranya berubah dari nada rendah normalnya menjadi sesuatu yang lebih tinggi, lebih feminin. Kami pernah berpac aran sebentar tetapi kemudian dia kembali menjadi teman baik, seolah-olah bagian dari masa-masa romantis kami hanyalah kotak lain formulir untuk dicentang.

Kadang-kadang aku bertanya apakah seluruh hidup kita bukan hanya urutan pertanyaan kuesioner yang harus kita isi, centang demi centang sampai semua pertanyaan terjawab.

"Tapi apa yang sebenarnya kita bicarakan di sini?" Aku terus menekan, tidak membiarkannya bebas meracau.

Kami berdua adalah peretas komputer level dewa. Saat tumbuh semakin dewasa, orang-orang mencoba mendiagnosis kami dengan kondisi medis, daripada hanya mengakui bahwa kami hanya... lebih pintar dari mereka.

Kami bertemu melalui internet dan mungkin akan mati karenanya. Aku masih mencintainya, jadi kurasa aku baik-baik saja dengan itu. Patah hati bisa membuat orang egois, tetapi mungkin egoisku berbeda.

"Aku sedang berbicara tentang meruntuhkan semuanya mulai dari bawah ke atas," katanya, akhirnya duduk kembali di kursinya.

Kami telah mengurai kode selama lebih dari dua puluh empat jam. Ruangan lebih mirip buruk remaja. Tak satu pun dari yang dipajang menunjukkan siapa atau apa kami ini. Tidak ada minuman energi, makanan cepat saji, atau poster. Kami minum dengan baik dan makan dengan baik. Kami menganggap mengakhiri dunia dengan sangat serius. Lagi pula, aku ingin berada dalam kondisi prima saat kiamat tiba. Jika memang kiamat terjadi.

"Kita berbicara tentang mengakhiri segalanya," balasku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun