Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

CMP 24: Rahasia Kita

26 September 2021   07:45 Diperbarui: 26 September 2021   07:50 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
whatsnewindonesia.com

Aku teliti dalam mengingat detail---alur bariton yang dalam dari suaramu, garis ramping pinggulmu, romansa abadi yang lahir dari permainan lirik kata-kata buruk. Cara kamu menundukkan kepala alih-alih mengucapkan selamat tinggal mirip Horatio Caine di CSI: Miami. Favoritku, bintang kemerlap di setiap fantasi.

Terkadang aku membayangkan muncul di salah satu pertunjukanmu. Tanpa peringatan. Mengenakan jins pensil dan sepatu bot setinggi dengkul dan blus biru kotak-kotak yang membuat mataku seperti biru.

Kamu menatapku setengah jalan sebuah lagu. Tersandung di nada tinggi, hanya seperenambelas. Tidak ada orang lain yang memperhatikan itu.

Setelah selesai, kamu menyesap air mineral dari botol yang ada di lantai dekat bangkumu, dan mempersembahkan lagu berikutnya untuk seorang teman lama.

Aku mengetuk tanganku ke dada dua kali dan tersenyum.

Setelah penampilanmu, kamu datang dan duduk di kursi tinggi kafe sebelahku.

Seulas senyum bergigi dan hidup---yang pernah kamu tunjukkan ketika kita berjalan di Braga pada malam kamu tampil untuk pertama kalinya di salah satu bar, dan kamu sangat senang dan melingkarkan lenganmu di bahuku. Aku menjadi panas dan dingin, mungkin karena angin malam kota Bandung.

Kita saling berkisah, dan juga minum. Aku gadis jenaka, menawan dan cerdas. Kita berdua tahu itu. Aku belum pernah melihat ekspresi tertentu di wajahmu sebelum malam ini.

Saat bar tutup, kamu mengantarku pulang. Aku tersenyum, tersipu saat kamu menawarkan lenganmu. Aku tahu kamu bercanda, tetapi itu membuat jantungku berdebar kencang, tubuhku bergetar menggigil. Maka aku menerimanya.

Tolong jangan beri tahu siapa pun itu, karena sangat tidak terlihat bagus pada wanita modern. Tapi itu adalah kebenaran. Aku suka berada sedekat ini denganmu. Aku suka merasakan embusan napasmu, mencium bau tembakau yang menempel di kaus polomu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun