Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

00:00

17 September 2021   19:32 Diperbarui: 17 September 2021   19:35 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lipatan garis di antara alisnya menunjukkan tanda-tanda kecemasan kronis, meskipun dia baru berusia pertengahan dua puluhan.

Terbangun dari tidurnya yang gelisah, dia memandang ke jendela. Matahari bersinar menerobos celah-celah tirai. Dia melirik jam di samping tempat tidurnya. 5:53 AM.

Jam itu masih salah.

Mendadak dia panik dan mengulurkan tangan ke samping. Istrinya masih ada, aman di sampingnya. Berbaring memunggunginya, dengan bahu mulus telanjang.

Pukul enam, audio internal menyala. Penyiar yang biasa membacakan berita. Tentang bantuan untuk korban gempa bumi yang jauh. Juga tentang perjanjian perdamaian internasional telah berhasil, dan cuaca akan hangat dan cerah tanpa kemarau panjang, tetapi upaya konservasi rumah tangga telah melampaui ambang batas.

Istrinya menggeliat, menarik napas dalam-dalam, membuangnya dan kembali menarik napas. "Kabar baik?"

"Seperti biasa," jawabnya dalam hati. Itu adalah ritual mereka. Desas-desus beredar tentang protes dan penangkapan. Beberapa hari yang lalu, jam jaringan rusak, tetapi kemudian pulih dan segera berjalan tanpa ada perubahan. Berita itu sama sekali tak muncul di jaringan.

Tiba-tiba dia panik, merasa bahwa dia dan istrinya tidak menyebutkan waktu dengan jelas, dan mungkin keheningan akan membuat mereka dicurigai.

"Pukul enam pagi. Aneh," katanya, hanya untuk mengatakan sesuatu.

"Maaf," bisik istrinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun