Andria perlahan bangkit, menyandarkan kepalanya di pintu kulkas, lalu membenturkannya berulang kali.
Anton menarik lengannya. Lelaki itu menggulung lengan baju, mengasah pisau dengan cepat dan mulai memotong.
"Ngapain lu?"
"Ayo, kita punya pekerjaan yang harus diselesaikan."
Musik berlanjut tanpa henti, penyanyinya gonta-ganti. Mereka bekerja mati-matian agar bisa selesai tepat waktu. Pada titik tertentu, ketika memasukkan ayam-ayam itu ke dalam oven, sidik jari tepung muncul secara misterius di pahanya.
Anton menertawakan dirinya sendiri. Menyesap secangkir kopi kedua malam itu, dia meludahkannya. Rasa asin menempel di lidahnya.
Dria tertawa di balik tangannya.
Sesendok krim kocok di jidatnya.
"Jangan bergerak."
Anton melemparkan buah anggur ke wajahnya dan menempel. Dia bersorak. Dria menghancurkan anggur itu dengan giginya.
"Giliran gue."