Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Tagihan

31 Juli 2021   19:00 Diperbarui: 3 Agustus 2021   22:00 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi shock melihat tagihan. Sumber: Freepik.com

Kemudian pintu akan menutup dan kami hanya akan mendengar gerutuan marah yang teredam dari Ayah dan jawaban yang lebih lembut dan tenang dari Ibu. Kami tidak dapat mendengar sebagian besar kata-kata itu selain Ayah yang sesekali menyebut Lim Siu Liong atau Keluarga Cendana. Tampaknya Ayah tidak terlalu menghormati mereka.

Setelah beberapa menit, Ibu akan keluar dari kamar dengan tenang dan kembali menekuni tabloidnya.

Namun, pernah sekali Ibu berunjuk rasa.

Kami mendengar Ayah mengatakan sesuatu tentang "perempuan pemboros mata duitan" dan beberapa detik kemudian Ibu keluar dari kamar dan membanting pintu di belakangnya dengan sepenuh tenaga sehingga rumah terguncang setara gempa 6,7 SR. Ibu langsung masuk kamar tidur, bukan ke ruang keluarga untuk menyelesaikan tabloidnya.

Ayah tetap meneruskan tugasnya menelusuri tagihan, tetapi mungkin dia seharusnya meminta maaf, karena dia tidur di sofa di ruang tamu malam itu, dan kurasa itu bukan karena dia ingin tidur di situ.

Bagaimanapun, kami anak-anak belajar sejak usia dini untuk menjauh dari Ayah pada malam pembayaran tagihan.

Kami bermain di kamar atau di halaman belakang, dan kami belajar untuk berjalan berjingkat di lorong dekat kamar tidur tamu (HEI, SAYA SEDANG BEKERJA DI SINI!).

Sekali,dan hanya sekali, saya membuat kesalahan dengan membuka pintu "kantor". Saya bahkan tidak ingat mengapa. Mungkin untuk meminta bantuan dengan pekerjaan rumah atau sesuatu.

Bagaimanapun, begitu saya melakukannya, saya tahu itu merupakan suatu kesalahan besar. Lelaki yang mengalihkan pandangannya dari tumpukan kertas di depannya bukanlah ayah saya. Bukan lelaki yang mengajak saya memancing di akhir pekan, yang mengancingkan baju dan menyisir rambut saya sebelum berangkat ke sekolah, yang berlari menyusuri lorong di sisi saya sambil membantu saya mengendarai sepeda baru saya. Lelaki yang  saya cintai.

Tidak!

Lelaki ini rambutnya acak-acakan. Pandangan matanya tajam liar membara, wajahnya berkerut cemberut, tubuh membungkuk di atas meja. Monster yang menggeram dengan sangat menakutkan ....

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun