Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ritual Penebus Dosa

22 Juli 2021   18:35 Diperbarui: 22 Juli 2021   19:07 1119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
youtube.com/Dunia Adikodrati-FAKTA SEJARAH : FILM KAKEK CANGKUL - Asal Usul Hantu Kakek Cangkul

Sumanto menunduk di atas ember plastik dengan cangkul di tangan.

Dengan tekun dia menggosok mata cangkul dengan busa, sabut, logam dan sabun. Dia pernah menjadi tukang batu, tapi itu sudah lama sekali, ketika rambutnya belum beruban sehelai pun dan giginya masih kuat menggerogoti daging dari sup tulang sapi.

Kini, dia hanya menerima upah buruh kasar dari tetangga di sekitar tempat tinggal. Hari Ahad dihabiskannya menggosok cangkulnya yang berharga.

Marni, istri Sumanto, dan adiknya, Ponirah, hanya melihat saja. Mereka masih belum bisa memahami obsesi Sumanto dengan cangkul itu seakan benda antik itu jimat keramat. Mata cangkulnya berwarna cokelat, cacat oleh karat. Doran-nya nyaris patah, retak memanjang di tengah. Hanya bawak-nya yang masih kokoh, karena terbuat dari besi kelas satu. Namun pasak kayunya tak lagi mampu sempurna mengganjal jarak, membuat mata pisau koplak. Bunyi denting logam beradu mengganggu gendang telinga saat mata cangkul menabrak bawak.

Sumanto tak mengizinkan orang lain menyentuh cangkulnya, konon pula memanfaatkannya untuk menggali tanah.

Ponirah kerap menggoda kakaknya bahwa dia bersaing dengan sang cangkul sebagai madunya. Dan meskipun Marni tertawa menyambut lelucon adik perempuannya itu, terkadang dirinya memikirkan kebenaran dalam lelucon tersebut.

Hari ini dia dan Ponirah melakukan rutinitas dialog mingguan yang sama.

Sumanto mendengarkan obrolan para perempuan di beranda. Dia tahu apa yang mereka pikirkan. Mereka telah menanyakannya berkali-kali, tetapi dia membisu seribu bahasa. Sumanto terus menggosok cangkul dalam senyap. Sambil menggosok, dia mengusap lekuk kecil di mata cangkul. Lekuk yang menyebabkan cangkul itu menjadi benda suci baginya.

Ingatan Sumanto melayang ke jalan yang menuju ke petak sawahnya.

Dia baru saja selesai mengolah lahan dan sedang menuju rumah, tetapi dia memutuskan untuk mencabut beberapa umbi singkong untuk diberikan kepada Marni, calon istrinya. Kembang desa dengan garis keturunan terhormat, jadi dia harus memastikan calon mertuanya mengerti bahwa dia mampu menghidupi anak mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun