Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Kepada Sesiapa yang Terbangun sebagai Pujangga

14 Juli 2021   20:30 Diperbarui: 14 Juli 2021   20:45 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keheningan menenung. Buku-buku menumpuk tinggi menjadi satu pemikiran. Terlalu sedikit yang mengakui kematian sebagai petualangan besar terakhir. Kedasih menyambar kue sus (putih, manis, lengket, terdampar di piring dari rotan) naik dan turun di batang kayu sonokeling besar. 

Di luar jendela, tetesan hujan pertama meniru bunyi langkah kaki yang jauh. Pria dalam mimpiku (tetapi tak tahu apakah aku mengejarnya atau dia memburuku, menguraikan omong kosong di kedai kopi merah marun Teluk Naga, dan jika kubisa pergi ke sana, kan kulakukan. 

Yakinku kan menemukan tidak satu pun orang, karena semua orang bersiap untuk terbang, dengan beberapa jadwal pesawat yang terpisah, ke Semenanjung untuk konferensi atau seminar--kupunya semangkuk agar-agar merah marun yang terus bergoyang, berharap pria dalam  mimpi berhenti mengejarku (tak tahu mengapa), berharap kubisa melihat wajahnya sekilas (tak mengetahui mengapa)), hanya akan menyelesaikan menjelaskan semua. Rencana yang salah. Tomat terlalu merah cerah. Saat fajar menyingsing burung-burung berhenti berkicau. 

Masih tidak memiliki keinginan berkontribusi pada histeria yang disebut pulih ingatan. Berhenti di arena hanya untuk menjumput sejenak waktu dan membaca (handuk putih jatuh seperti biasa dan damai seperti debur ombak laut). Bagaimana kutahu bahwa aku tidak bersalah? Angka tidak dalam hitungan. Awalnya menulis sebagai maniak.

Ritual pesta keagamaan penting. Udara lebih dingin di bawah kipas angin dan di bawah naungan ruang tamu dengan tirai, tetapi pada suhu ini orang bergerak lebih lambat melalui emulsi (satu-satunya televisi dengan suara mati--Prabu Siliwangi di puncak gunung Halimun, bajunya kotor karena bertempur, melepas mahkota menyeka keringat dari alisnya yang basah keringat), di kursi goyang mertuaku tertidur lelap.

Bagian terbaik dari kopi adalah ampas di dasar cangkir. Anak-anak bertengkar tentang youtube, laptop terpasang di dasbor mobil. Pohon sonokeling menyediakan kanopi (di sini lebih dingin). Di hutan, bahkan sebelum fajar, bahkan udara tak berbau. Paduan suara burung pertama hampir tidak terdengar hanya karena terbiasa.

Kali, sepuluh hari mati, enam terkubur: berdiri sendirian di taman bukit menurun ke dalam hutan--"Kami akan menjinakkannya, empat puluh dua tahun dan kami tidak pernah melakukannya." Dua setengah jam ke selatan, api terbang dalam terang penuh.

Sebuah gitar putih (mainan) tergeletak di atas meja sekolah di ruang olah raga, kipas langit-langit tinggi berputar sepanjang malam. Kemarahan yang tak terbatas. Serangga terbang mengerumuni cahaya. Seorang pria dengan tangan besar memegang majalah di telapak tangannya--bukan artis berambut oranye bergelombang yang kontras dengan setelan kotak-kotak abu-abu, dasi yang mencekik dalam panas di bandara, leher menonjol di kerah--menutupi wajah seorang aktris yang begitu akrab sehingga tidak dapat mengingat namanya.

Kata-kata terbatas untuk sebuah kehidupan, memegang satu sama lain dengan lebih hati-hati dengan yang lebih tua, sampai pada akhirnya dia mengumpulkannya, suku kata pada suatu waktu.

Rumah batu itu sendiri gagal menandingi tetangganya. Seorang pria bergegas, terburu-buru membuka kunci pintu mobil, setengah berjongkok, seolah itu akan melindunginya dari hujan yang tiba-tiba ini.

"Kegembiraan."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun