Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Yang Dapat Kami Lakukan

24 Juni 2021   19:01 Diperbarui: 24 Juni 2021   19:09 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku selesai mengencangkan klem terakhir yang mengikat Valika ke rak, dan mundur.

Gaunnya yang sederhana menempel pada sosoknya seperti yang kuingat, tetapi semua lubang dan noda kotoran menghilangkan daya pesona yang dimilikinya. Begitu juga dengan darah dan luka-luka yang menggores kuku dan mulutnya.

Aku menatap matanya, mata cokelat madu yang biasa kutatap selama berjam-jam, sekarang kusam dan mendung tapi masih menatap mataku. Apakah jiwa Valika biarpun sedikit masih ada di dalam tubuh itu?

Orang-orang berkepala botak di lab akan mengatakan 'tidak', tetapi aku telah melihat bukti sebaliknya. Orang-orang pintar yang bodoh itu tidak akan pernah mendengarkan gerutuan sepertiku.

Aku menyisir sejumput rambut dari dahinya agar tidak menempel pada cat yang menerakan nomor pada dahirnya. Rambutnya terasa berpasir dan aku mendadak mempunyai dorongan keinginan yang tidak masuk akal untuk mencucinya sebelum dia dikirim.

Aku tak tahu mengapa aku peduli, hanya tahu pasti dia akan kesal jika dia bisa melihat dirinya sendiri di cermin.

Kepalanya condong ke arahku dan untuk sesaat pipinya yang dingin menyentuh punggung tanganku, seperti yang akan dia lakukan pada saat-saat sebelumnya ketika hanya ada aku dan dia.

Aku merasakan air mata hendak menetes dari mataku, tetapi untuk beberapa sebab, gagal untuk mengalir.

Aku tidak terkejut ketika dia mencoba menggigit tanganku. Kecewa, tapi tidak terkejut. Borgol peredam yang dihasilkan kepala botak untuk memperlambat infeksi membuatnya lamban, hampir tak bergerak. Tetapi bahkan dengan kekuatan penuh, alat itu tidak dapat mengatasi naluri barunya.

Saya harus berterima kasih kepada kapten karena mengizinkanku mempersiapkannya untuk dikirim. Dia mengetahui tentang kami tentu saja, tetapi tidak mengadukan kami kepada komandan markas. Seorang prajurit dan putri seorang jenderal. Seharusnya tidak boleh terjadi. Tapi itu terjadi.

Aku mengangkat raknya ke posisi pengiriman terakhir dengan paket-paket lain untuk dikirim ke lab. Karena lelah, aku beristirahat sejenak dan menatap ke dalam peti kemas yang penuh dengan mayat. Bau usus yang pecah dan pembusukan mayat menyengat di udara dan akan bertambah buruk selama seminggu perjalanan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun