Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ruang Ujaran Kebencian

11 Juni 2021   19:56 Diperbarui: 11 Juni 2021   20:15 356
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku mengerjap bingung. Apa-apaan ini? Yang aku tahu dari kehidupan perjuangan, sepuluh pukulan di wajah dapat merusak atau membunuhku.

Dari kegelapan muncul seorang Pelaksana Keadilan, begitu mereka menyebutnya. Aku hanya melihat mereka di berita yang yerkait dengan pengunjuk rasa, tapi tidak pernah sedekat ini.

Seorang pria berwajah sekeras batu gunung dengan T-shirt abu-abu. Otot-ototnya menonjol, dan dia menatapku seakan-akan aku adalah parasit yang harus dimusnahkan. Tanganku dan kakiku terikat, jadi tidak ada jalan untuk membela diri.

Pukulan pertama merontokkan gigi depanku. Aku hampir keselek saat mereka meluncur ke tenggorokanku, begitulah kuatnya pukulan si Pelaksana Keadilan. Pukulan kedua membuat mata kiriku buta. Yang ketiga memberi benjol sebesar telur di dahi. Yang keempat meretakkan rahangku. Pukulan kelima ... pukulan kelima membuatku koma.

Aku kemudian berasumsi lima pukulan yang tersisa tetap dilaksanakan sesuai dengan hukuman, karena ada cedera tambahan. Wajahku berantakan seperti lukisan Picasso.

Aku terbangun di rumah sakit tiga hari kemudian.

Sebuah tim yang terdiri dari tiga administrator telah dikirim untuk berada di sisiku saat mataku yang tersisa terbuka perlahan.

Mereka tidak tersenyum atau menunjukkan iba untuk luka-lukaku.

Mereka bilang bahwa hukumanku telah dilaksanakan, dan seumur hidupku aku dilarang memiliki gawai pintar.

Jika aku melakukan sesuatu yang melanggar hukum lagi, mereka akan memenggal leherku.

Aku berbaring di tempat tidur. Hanya Ruang Ujaran Kebencian yang bisa kuingat. Hinaan. Sialan. Sangat mengerikan. Sangat sakit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun