Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Nasib Jatuh Cinta

8 Juni 2021   20:13 Diperbarui: 8 Juni 2021   20:37 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dia menyaksikan kelompok pengamen memainkan musik rock di lampu setopan simpang Dago, seolah-olah ketidakpedulian dapat dilawan dengan lagu banal dan kebisingan. Dia memberi tahu mereka bahwa namanya adalah Qodar, pengelana dari kota ke kota yang tidak dia kenal.

Dia memotong rambutnya dengan gunting kuku dan menutupi kulitnya dengan tato ular dan huruf rune. Dia berpura-pura lahir pada tahun 1977 dan kemudian bertanya-tanya apakah dia tahu bagaimana berbohong. Dia mencintai kelompok musik rock di lampu setopan seperti mereka adalah saudaranya, dan meninggalkan mereka untuk menyelamatkan mereka dari dirinya sendiri.

Dia bertemu seorang ibu muda di minimarket dan masih sangat muda, sangat muda. Nasib bertanya-tanya kapan dia menjadi tua, atau apakah dia selalu seperti itu dan tidak pernah menyadarinya?

Sang ibu menggendong bayi yang baru lahir di lengannya dan panik di matanya. "Aku sangat takut," katanya.

"Kita semua takut," kata Nasib padanya.

Dia jatuh cinta pada anak itu. Cinta tanpa bentuk, tanpa syarat.

"Jangan khawatir," katanya pada si ibu muda. "Seorang ibu tidak pernah salah."

"Aku berharap bisa mempercayaimu," kata ibu itu. "Bolehkah aku bertanya, apakah kamu masih berbicara dengan ibumu? Apakah kamu menemaninya? Apakah kamu mencintainya?"

"Sepanjang waktu," jawab Nasib. "Apakah kamu ingin aku tinggal bersamamu sebentar? Aku bisa, jika kamu mau. Meskipun kamu tidak membutuhkanku."

Sang ibu mengepalkan tangannya. Bayi itu menangis, badai urin yang tidak bisa dihindari. Nasib tersenyum. "Mereka mengerti, pada usia itu. Baru kemudian semuanya terlupakan."

Mereka berjalan keluar dari toko bersama-sama, dan Nasib menggendong bayi itu. Dia membantu si ibu muda menempatkannya ke kursi pengaman di mobil mungil merah mengilap.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun