Akulah yang telah menjadi orang yang jauh. Akulah orang yang mulai berangkat pagi-pagi sekali. Dan mengapa? Apa penyebabnya? Adakah sesuatu di masa silam yang membuatku begitu? Sesuatu yang bahkan tidak bisa kuingat...
Akulah yang  telah melakukannya padanya.
Aku telah memaksanya untuk membenamkan kepalanya di bantal-bantal itu.
Sungguh tidak adil, bahkan mungkin tidak masuk akal bagiku untuk mengharapkannya masih mencintaiku. Â Tetapi saat itu aku menyadari bahwa dia masih. Itulah satu-satunya alasan yang bisa menjelaskan senyumnya di awal setiap pagi.
Aku mengalungkan tanganku di bahunya yang telanjang, memijatnya dengan ibu jari. Dia membalikkan kepalanya ke arahku dan yang kulihat di wajahnya, pada awalnya, adalah keterkejutan. Kemudian aku melihat ... ketakutan yang aneh di matanya. Ketakutannya yang paling dalam yang pernah kulihat. Dia takut padaku. Tapi kenapa...
Butuh beberapa saat, tapi momen terpanjang dalamku , Â untuk menyadari bahwa dia takut bahwa aku akhirnya akan mendorongnya ke jurang perceraian, memutuskan pernikahan kami dan menguburkannya dalam kesendirian.
Aku telah melakukan itu padanya---memadamkan setiap percik harapan dan kebahagiaan yang pernah menyala di bola mata.
Aku membungkuk dan menempelkan bibirku ke dahinya, kali ini dengan bersungguh bermaksud seperti yang dikatakan para ahli di balik tindakan itu.
"Kurasa aku akan cuti sakit hari ini," kataku dengan senyum tanpa kesopanan yang dipaksakan, tapi senyum yang penuh dengan ketulusan.
Dia tidak mengatakan sepatah kata pun, hanya memelukku erat-erat.