Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

CMP 8: Hanya Sehari

6 Juni 2021   04:54 Diperbarui: 5 April 2022   23:52 280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Akulah yang telah menjadi orang yang jauh. Akulah orang yang mulai berangkat pagi-pagi sekali. Dan mengapa? Apa penyebabnya? Adakah sesuatu di masa silam yang membuatku begitu? Sesuatu yang bahkan tidak bisa kuingat...

Akulah yang  telah melakukannya padanya.

Aku telah memaksanya untuk membenamkan kepalanya di bantal-bantal itu.

Sungguh tidak adil, bahkan mungkin tidak masuk akal bagiku untuk mengharapkannya masih mencintaiku.  Tetapi saat itu aku menyadari bahwa dia masih. Itulah satu-satunya alasan yang bisa menjelaskan senyumnya di awal setiap pagi.

Aku mengalungkan tanganku di bahunya yang telanjang, memijatnya dengan ibu jari. Dia membalikkan kepalanya ke arahku dan yang kulihat di wajahnya, pada awalnya, adalah keterkejutan. Kemudian aku melihat ... ketakutan yang aneh di matanya. Ketakutannya yang paling dalam yang pernah kulihat. Dia takut padaku. Tapi kenapa...

Butuh beberapa saat, tapi momen terpanjang dalamku ,  untuk menyadari bahwa dia takut bahwa aku akhirnya akan mendorongnya ke jurang perceraian, memutuskan pernikahan kami dan menguburkannya dalam kesendirian.

Aku telah melakukan itu padanya---memadamkan setiap percik harapan dan kebahagiaan yang pernah menyala di bola mata.

Aku membungkuk dan menempelkan bibirku ke dahinya, kali ini dengan bersungguh bermaksud seperti yang dikatakan para ahli di balik tindakan itu.

"Kurasa aku akan cuti sakit hari ini," kataku dengan senyum tanpa kesopanan yang dipaksakan, tapi senyum yang penuh dengan ketulusan.

Cinta.

Dia tidak mengatakan sepatah kata pun, hanya memelukku erat-erat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun