Dia sedang mengajar tentang perbedaan kata depan dengan imbuhan saat guru piket masuk. Atau tentang perbedaan majas sinisme dan sarkasme?
Baru setahun yang lalu, tapi ingatan buram---studi wisata ke Pangandaran, asin air laut yang tertelan, kamar hostel tanpa jendela dengan kipas angin di langit-langit yang berputar.Â
"Sebaiknya Anda terima sekarang." Guru piket mengangguk, ponsel khusus milik sekolah di tangan. "Aku akan mengawasi mereka."
Keningnya berkerut. Perlakukan khusus, karena bunyi peraturan semua panggilan harus dijawab setelah jam mengajar.
Dia mengambil ponsel dan menjauh dari pintu kelas. Adiknya.
'Mandeh meracau dan mengigau. Kata-katanya kacau, tidak masuk di akal.'
'Jadi?' Nadanya sinis. Atau sarkas?
Kapan terakhir dia pulang kampung? Hiperbola-kah jika dikata belum pernah seumur hidupnya? Dan bukan baru sekarang anakronisme pikiran wanita tua itu tidak mampu memisahkan masa lalu dari masa kini. Mungkin saja kepalanya bagai mangga berulat, atau rak buku keropos dimakan rayap. Metafora.
'Mandeh menanyakanmu.'
'Ini hampir UAS. Aku tidak bisa begitu saja---'
'Harus, Uni. Semua harus ada pengecualian.'