Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Dongeng Hitam Putih (1)

10 Juni 2020   22:52 Diperbarui: 11 Juni 2020   19:18 470
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku ingin bercerita padamu, sebuah dongeng pengantar tidur tentang seorang gadis kecil bernama Nina.

Nina berusia tujuh tahun. Rambutnya cokelat tua gelap dan mata hijau lebar. Semua orang menduga dia akan tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik dan cerdas.

Nina suka membaca. Semua jenis buku dilahapnya: fiksi dan sejarah, biografi dan legenda, fantasi dan misteri.

Orang tuanya sangat bangga padanya karena dia pintar, cantik, dan pemberani. Nina sungguh istimewa di mata dan hati mereka.

Tetapi mereka juga takut.

Nina kecil sakit-sakitan. Dia jarang meninggalkan ranjangnya. Dokter-dokter menyarankan agar dia tinggal di rumah. Tidak baik terlalu banyak bergerak, kata mereka.

Karena itu, Nina kecil tidak punya banyak teman. Namun dia memiliki banyak buku dan cinta kasih ayah bundanya. Karena itu Nina berani menjalani hidup, meski dia tak tahu ada hal yang lebih baik dari sekadar hidup.

Pada suatu sore yang cerah di bulan Juni, hanya beberapa hari menjelang ulang tahunnya yang kedelapan, ayah bunda Nina masuk ke kamarnya yang penuh dengan buku di sisi ranjangnya. Semuanya berkilau ditimpa sinar matahari yang menembus kaca jendela.

Ayah bundanya mengatakan bahwa mereka harus meninggalkannya sendirian untuk bertemu dengan dokter. Tidak lama, hanya satu jam saja. Mereka akan kembali sesegera mungkin, dan jika ada masalah, Nina dapat menelpon mereka dengan gawai yang terletak di atas meja di sisi ranjang.

Meski Nina tak pernah takut, dia tahu bukan ide bagus untuk terlalu banyak bergerak. Termasuk bangkit untuk mengambil gawai. Dia terlalu berani untuk tidak menjadi bodoh.

Ayahnya mencium di kening, bundanya di pipi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun