Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mesin Peramal

17 Juni 2019   12:56 Diperbarui: 17 Juni 2019   13:06 1058
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mitra saya, Viktor, tidak pernah mengakui bahwa dirinya iblis. Dia hanya tidak menyukai kekalahan.

Sangat disayangkan bahwa mitra kami yang lain telah lebih dulu tewas di dalam gua. Kematian mereka tentu saja ada hubungannya dengan kenyataan bahwa kami telah menemukan tambang emas, dan bahwa Viktor tidak ingin ada orang lain ikut menikmati penemuan harta karun ini.

Namun begitulah. 

Hanya satu dari kami yang akan meninggalkan gua dalam perut gunung di tengah rimba Kalimantan yang perawan ini.

Kalau Anda pernah melihat fotonya di majalah gosip, maka Anda takkan mengenalinya sekarang. Dia mengenai sesuatu di kepalanya yang dulu sebuah topi laken. Wajahnya, bukan maksud saya menjelek-jelekkan, tidak lebih baik dari karakternya. Untung saja rambut yang tumbuh kasar menutupi rupanya yang buruk. Mengenakan celana kulit, kemeja jins lusuh dan apa yang minggu lalu disebut sepatu gunung.

Tapi yang paling penting adalah, dia memiliki Smith & Wesson 686 yang kini larasnya ditempelkan di dahi saya.

"Iwan," dia menggeram, perlahan dan pasti, "kau akan mati." 

Dan saya belum ingin mati. 

Jika Viktor dari kecil terbiasa menembak ular semak padang pasir dengan senapan sejak umur enam tahun, saya menghabiskan masa muda dengan mempelajari rekayasa mesin dan komputasi. Saat ini jelas apa yang saya pelajari tak berguna sama sekali. Namun tak ada gunanya mengeluh, nasi telah menjadi bubur. 

Dia lebih tangkas dari saya. Dan meskipun saya sudah tahu sebelumnya bahwa dia akan menghabisi saya, tetap saja kecepatan saya seperti kucing hutan mati.

Dan mungkin laras pistolnya menjadi hal terakhir yang saya lihat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun